Senin 30 Oct 2017 20:15 WIB

Jelang 100 Persen Pembayaran Elektronik di Tol

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Gita Amanda
Kendaaraan roda empat memasuki Gerbang Tol Otomatis (GTO) di Pintu Tol Cililitan, Jakarta, Selasa (12/9).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Kendaaraan roda empat memasuki Gerbang Tol Otomatis (GTO) di Pintu Tol Cililitan, Jakarta, Selasa (12/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menargetkan pembayaran elektronik di tol seluruh Indonesia pada Oktober 2017 mampu tercapai sebagai bagian dari Gerakan Nasional Non-Tunai (GNNT). Menjelang target 100 persen, setiap Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) di seluruh Indonesia hanya memiliki watu sehari lagi untuk mencapai angka tersebut.

Hanya saja, terhitung hingga 27 Oktober 2017, Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) masih mencatat untuk sekala nasional belum di atas 98 persen. "Hingga saat ini yang kami catat sudah sebanyak 92 persen pengguna jalan tol yang memakai transaksi nontunai di tol untuk skala nasional," kata Kepala BPJT Herry Trisaputra Zuna di Galeri Nasional, Jakarta, Senin (30/10).

 

Dia menambahkan untuk pengguna pembayaran elektronik untuk tol yang berada di Jabodetabek saja sudah mencapai 95 persen. Lalu untuk nonJabodetabek pengguna tol yang menggunakn pembayaran elektronik sudah mencapai 88 persen. Sementara untuk di luar Jawa seperti Balmera, Makassar, dan Bali sudah mencapai 77 persen.

 

Meskipun secara skala nasional belum menyentuh di atas 95 persen, Herry yakin sisa waktu sehari pada 31 Oktober 100 persen pengguna tol bisa membayar secara elektronik. Herry optismistis, dengan mendukung salah satu upaya dar program GNNT itu maka antrean kemacetan di setiap gardu tol bisa teratasi.

 

Dia memastikan, tujuan elektronifikasi pada pembayaran jalan tol untuk meningkatkan pelayanan kepada pengguna jalan tol agar aman, akurat, praktis, dan lebih cepat. "Tapping dengan kartu kurang dari tiga detik, kalau dengan non-tunai bisa lebih dari tujuh detik. Apalagi kalau ada uang kembalian itu akan menambah waktu di gardu lebih lama," tutur Herry.

 

Herry menegaskan, upaya pemerintah untuk menerapkan pembayaran tol dengan non-tunai bukan hanya untuk menguntungkan pengguna jalan tol saja. Hal itu, kata dia, juga akan berdampak kepada setiap BUJT yang pada akhirnya bisa menciptakan efisiensi dalam biaya operasi di gerbang tol.

 

Selain efisiensi, ia juga ingin meyakinkan masyarakat banyak dampak positif lain dengan menggunakan pembayaran non-tunai saat menggunakan jalan tol. "Ini bisa meminimalisir uang palsu dan BUJT tidak perlu juga menyiapkan uang kembalian. Pada akhirnya ini positif untuk semsua pihak terutama waktu yang lebih sedikit saat di gardu tol," ujar Herry.

 

Vice President Operations Management PJ Jasa Marga (Persero) Raddy R Lukman mengatakan pihaknya selama pembayaran tunai masih berlangsung di tol harus menyiapkan uang receh cukup banyak. "Uang kembalian dalam bentuk receh setiap harinya kami harus sediakan sampai delapan miliar rupiah," kata Raddy.

 

Untuk itu ia mendukung jika pembayaran nontunai bisa mulai pada 31 Oktober 2017 maka akan sangat bedampak kepada efisiensi penggunaan uang receh yang harus disiapkan Jasa Marga. Dengan begitu, transaksi di setiap gardu dengan peralatan yang sudah disiapkan juga lebih aman untuk masyarakat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement