Senin 30 Oct 2017 04:15 WIB

Etos Kerja dan Kemiskinan Petani

Sigit Iko Sugondo.
Foto: Dok LAZ Al-Azhar
Sigit Iko Sugondo.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Sigit Iko *)

Kenyataan bahwa petani merupakan salah satu sosok kemiskinan yang dominan adalah benar. Akan tetapi etos kerja petani bisa dikatakan sangat tinggi, hanya sayangnya mereka bergerak dan berposisi di sektor pertanian sebagai salah satu komoditas yang dihargai rendah, sehingga komoditas yang dibudidayakan tidak mampu memperbaiki kondisi ekonominya.

Di sisi lain, pertanian merupakan satu-satunya sektor yang terlalu banyak intervensi dari pemerintah, bahkan sering kali intervensi pemerintah tersebut  kurang menguntungkan bagi petani. Seperti kebijakan harga jual komoditas panhan, kebijakan impor pangan, pencabutan subsidi pupuk dan sebagainya.

Namun demikian kita menghormati kebijakan pemerintah tersebut karena pemerintah bertanggungjawab pada skup yang lebih luas, seperti menjaga stabilitas kerterjangkauan harga beli bahan pangan oleh masyarakat luas.

Penggunaan bibit berlabel yang diperjualbelikan dengan harga mahal kepada petani pun tanpa disadari juga telah menciptakan ketergantungan petani pada bibit unggul pemerintah, dan mengesampingkan eksistensi bibit lokal.

Revolusi hijau yang diterapkan di era Orde Baru memang telah berhasil mendongkrak hasil produksi pangan yang spektakuler, namun revolusi hijau juga telah mendikte petani untuk menggunakan metode, teknologi, bibit maupun pupuk pemerintah bahkan sampai merenggut keswadayaan petani itu sendiri.

Penggunaan metode bertani, pupuk dan bibit pemerintah tanpa disadari telah mengkebiri kreativitas petani. Petani tak lagi berkreasi dalam menyiapkan benih sendiri, pupuk sendiri maupun menciptakan metode bertani yang baru.

Selain itu penggunaan pupuk kimia sintetis dalam jangka waktu yang lama telah mengakibatkan penurunan kualitas bahkan merusakan tanah. Sawah-sawah petani kini tak lagi sesubur dulu karena mikroorganisme mati akibat penggunaan pupuk kimia sintetis dan pestisida kimia.

Akses pembiayaan bagi petani dari lembaga keuangan juga belum berpihak dengan alasan sektor pertanian adalah sektor yang memiliki resiko tinggi sehingga banyak petani yang mengakses pembiayaan dari pihak-pihak non lembaga keuangan seperti tengkulak dan pengijon yang seringkali tidak menguntungkan bagi petani dan sarat akan riba.

Berbagai kondisi tersebut diatas menyebabkan banyak petani frustasi, hidup segan mati tak mau. Melanjutkan bertani tapi tak menguntungkan, namun berhenti pun mereka tak punya alternatif lain. Ketika ada kebutuhan yang mendesak, maka tak ada pilihan lain bagi petani selain dengan menjual lahan yang dimilikinya meskipun mereka menyadari bahwa mereka akan kehilangan aset yang paling berharga itu.

Dalam pelapisan masyarakat, buruh tani dan petani lahan sempit menempati posisi kelas terbawah, mereka memiliki penguasaan dan kekuasaan yang sangat rendah dengan demikian mereka memerlukan daya ungkit dan pihak yang dapat membantu mengungkit mereka untuk dapat naik ke level diatasnya.

Buruh tani mampu naik level menjadi petani penggarap.  Petani penggarap bisa naik level menjadi petani pemilik lahan dan seterusnya.

Diperlukan sinergi multi pihak untuk dapat mewujudkannya. Jika pemerintah serius memikirkan dalam mengentaskan kemiskinan bagi para petani, selain memberikan akses bagi petani, semestinya pemerintah juga harus melakukan perlindungan terhadap kaum tani dengan melakukan proteksi secara rasional.

Proteksi secara rasional yang dimaksud seperti  proteksi terhadap komoditas impor. Negara lain pun memberlakukan syarat-syarat yang ketat terhadapt komoditas impor seperti sertifikat organik yang hanya berlaku di negaranya. Tapi secara rasional karena na bagaimanapun jg ada pangsa pasar yg meminta produk tersebut sekakigus utk memenuhi kebutuhan neraca perdagangan

Juga proteksi terhadap harga jual komoditas petani agar tidak terlalu rendah atau lebih rendah dibanding dengan biaya produksinya. Juga harus rasional karena akan berdampak pada harga jual produk pangan konsumsi.

Wallahu a'lam.

*) Direktur Eksekutif LAZ Al-Azhar/ Ketua Forum Indonesia Gemilang

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement