Sabtu 28 Oct 2017 23:16 WIB

Kolaborasi 6.000 Penari Warnai Peringatan Sumpah Pemuda

Diorama dan barang bersejarah di Museum Sumpah Pemuda, Jalan Kramat Raya 106, Kwitang, Senen, Jakarta Pusat.
Foto: Republika/Ronggo Astungkoro
Diorama dan barang bersejarah di Museum Sumpah Pemuda, Jalan Kramat Raya 106, Kwitang, Senen, Jakarta Pusat.

REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG --  Sebanyak 6.000 penari Likurai dari Indonesia dan Timor Leste meriahkan peringatan Hari Sumpah Pemuda yang diselenggarakan di puncak bukit Fulan Fehan, Kabupaten Belu, yang merupakan lokasi wisata di daerah itu.

"Ini ada 6.000 penari dan kemungkinan lebih dari itu yang hadir memeriahkan peringatan Sumpah Pemuda di sini," kata Koreografer Tarian Likurai Eko Supriyanto kepada Antara di Belu, usai mengelar pertunjukan tersebut di Puncak Bukit Fulan Fehan, Belu, Sabtu.

Ia menjelaskan Tarian Likurai yang disaksikan juga oleh Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo tersebut ditarikan oleh sejumlah penari Indonesia dari tiga Kabupaten di NTT yakni, Kabupaten Belu sendiri, Kabupaten Malaka, serta Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) dan sebagiannya penari dari Timor Leste.

Eko yang mendapat bantuan dan dukungan dari Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta itu mengaku mempersiapkan ribuan penari tersebut sejak Mei 2017.

"Lumayan cepat kita persiapkan semuanya ini. Kita bersyukur karena mendapatkan bantuan dan dukungan dari Pemda Belu serat selalu mendapatkan masukan dari ISI sehingga berjalan dengan baik," tambahnya.

Lebih lanjut Eko menambahkan dirinya sengaja mengabungkan tarian likurai dengan mengabungkan warga dua negara yang masih bersaudara itu karena memang dirinya merasa bahwa walaupun dipisah oleh negara namun jalinan kekeluargaan masih terjalin dengan baik.

Tari Likurai menurutnya dapat menjadi tali persatuan antara masyarakat Belu dan Timor Leste yang terpisah akibat masing-masing harus memilih mengikuti negara Indonesia atau Timor Leste.

Lebih lanjut ia mengatakan bahwa dirinya sendiri sudah sejak lama ingin sekali menjadi koreografer untuk tarian unik yang hanya satu-satu di Indonesia tersebut.

Eko juga menambahkan dalam perjalanan melatih ribuan anak-anak SD hingga SMA tersebut pihaknya menemukan kesulitan karena harus melatih ribuan anak yang mempunyai karakter yang berbeda-beda.

Eko merasa masih banyak kekurangan yang dihadapi selama pergelaran tari tersebut. Namun ia yakin pada kesempatan berikutnya akan lebih baik lagi.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement