Jumat 27 Oct 2017 21:34 WIB

Mantan Atase Imigrasi KBRI Kuala Lumpur Divonis 3,5 Tahun

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andi Nur Aminah
Mantan atase imigrasi KBRI Kuala Lumpur Malaysia, Dwi Widodo, menjalani sidang dengan agenda putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (27/10).
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Mantan atase imigrasi KBRI Kuala Lumpur Malaysia, Dwi Widodo, menjalani sidang dengan agenda putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (27/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, menjatuhi hukuman 3,5 tahun penjara terhadap mantan Atase Imigrasi Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kuala Lumpur, Dwi Widodo. Selain hukuman penjara, Dwi juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp 150 juta subsider tiga bulan kurungan penjara.

"Menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara berkelanjutan," ujar ketua majelis hakim Diah Siti Basariah di ruang sidang Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (27/10).

Vonis untuk Dwi lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK. Sebelumnya, JPU KPK menuntut Dwi dengan hukuman lima tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsidier enam bulan kurungan.

Diketahui, saat masih menjabat Atase Imigrasi KBRI Kuala Lumpur, Dwi memiliki kewenangan dalam pemeriksaan terhadap kelengkapan dan keabsahan dokumen atau persyaratan terhadap warga negara asing yang mengajukan permohonan calling visa di KBRI Kuala Lumpur. Dwi juga mempunyai kewenangan untuk menentukan disetujui atau tidaknya permohonan pembuatan paspor untuk para tenaga kerja Indonesia (TKI) di Malaysia.

Berdasarkan fakta persidangan selama ini, menurut Majelis Hakim, dalam menjalani tugasnya Dwi terbukti menerima suap Rp 524 juta dan voucher hotel senilai Rp 10 juta. Uang itu diberikan sebagai imbalan atau fee atas pengurusan calling visa.

Selain itu, Dwi juga terbukti menerima uang dari Satya Rajasa Pane yang seluruhnya berjumlah 63.500 ringgit Malaysia. Uang itu diberikan sebagai imbalan pembuatan paspor dengan metode reach-out.

Reach out adalah mekanisme dimana petugas KBRI mendatangi pemohon pembuatan paspor di luar KBRI. Dwi diduga meminta imbalan kepada agen perusahaan (makelar) atas pembuatan paspor bagi WNI di Malaysia yang rusak atau hilang. Selain itu, Dwi juga diduga menerima fulus dari pembuatan visa (calling visa) tahun 2013-2016.

Adapun, dalam pertimbangan Majelis Hakim, hal yang memberatkan, Dwi tidak mendukung pemerintah dalam memberantas korupsi dan juga telah menurunkan citra bangsa Indonesia di luar negeri. Sementara hal yang meringankan adalah, yang bersangkutan masih memiliki tanggungan keluarga. Majelis Hakim menjerat Dwi dengan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement