Jumat 27 Oct 2017 05:31 WIB

Indonesia Hadapi Tantangan Kedaulatan Harkat dan Martabat

Rep: Kabul Astuti/ Red: Gita Amanda
Din Syamsuddin
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Din Syamsuddin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin mengatakan Indonesia saat ini menghadapi tantangan kedaulatan harkat dan martabat. Bangsa ini harus mempunyai kualitas, kemampuan kompetisi, dan daya saing agar tidak menjadi penonton di era globalisasi.

Din menjelaskan Indonesia telah memperoleh tiga kali kedaulatan. Yakni, kedaulatan kultural pada saat Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, kedaulatan politik pada 17 Agustus 1945, dan kedaulatan teritorial pada 13 Desember 1957.

"Sumpah pemuda, sesungguhnya merupakan pernyataan kedaulatan kultural. Yang sangat-sangat strategis. Perjuangan kemerdekaan akan sulit kalau tidak diawali dorongan adanya pernyataan kedaulatan kultural," kata Din Syamsuddin, di Jakarta Kamis (26/10).

Selanjutnya, Din menjelaskan, Indonesia memperoleh kedaulatan politik pada 17 Agustus 1945 lewat pernyataan kemerdekaan. Satu lagi pernyataan kedaulatan yang penting tapi kurang dipahami, yaitu Dekrit Juanda 13 Desember 1957.

Menurut Din, dekrit ini menyatakan batas wilayah teritorial Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Tanpa dekrit Juanda, Din mengatakan, sulit dibayangkan Indonesia dapat seperti sekarang. Karena sebelum dekrit Juanda, wilayah Indonesia hanya tujuh mil dari pantai.

Konsekuensinya, laut antara Kalimantan dan Jawa adalah laut asing atau laut internasional yang bisa dilewati oleh kapal-kapal asing.

Melihat adanya ancaman kedaulatan negara atas kondisi tersebut, Ir Juanda mengeluarkan dekrit pada 13 Desember 1957. PBB berteriak menyuarakan protes, khususnya Belanda, Amerika, Inggris, dan Australia. Tapi, semua bisa diatasi oleh pemerintah Indonesia.

Tiga kedaulatan itu, yakni kultural, politik, dan teritorial sudah dimiliki Indonesia. "Sekarang di era globalisasi, Indonesia memerlukan kedaulatan harkat dan martabat. Ini yang harus kita lakukan karena tantangan globalisasi dan masa depan membawa setiap bangsa pada persaingan kualitas, kompetisi, dan daya saing," ujar Din.

Bangsa yang menguasai kunci-kunci globalisasi ini akan eksis. Sebaliknya, Din mengingatkan, bangsa yang tidak menguasai akan terpelanting dari persaingan global.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement