REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Panjaitan menegaskan, KPK akan kembali memanggil Ketua DPR Setya Novanto untuk menjadi saksi dalam kasus korupsi KTP Elektronik (KTP-el). Novanto akan dipanggil sebagai saksi dengan terdakwa Andi Agustinus alias Andi Narogong di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
"Menurut informasi penuntut, (Setya Novanto) akan dipanggil lagi," kata Basaria di gedung KPK, Jakarta, Selasa (24/10).
Menurut Basaria, keterangan Novanto masih sangat diperlukan untuk penanganan kasus korupsi proyek pengadaan KTP elektronik (KTP-el). Sebab, Jaksa KPK menduga kuat Novanto mengetahui bahkan ikut terlibat dalam kasus korupsi KTP-el yang merugikan negara sekitar Rp 2,3 triliun tersebut.
Namun, Basaria enggan berkomentar apakah KPK akan melakukan pemanggilan paksa terhadap Novanto atau tidak. Sebab, Novanto sudah dua kali mangkir dari pemanggilan sebagai saksi oleh Jaksa KPK.
Basaria mengatakan, KPK akan melihat perkembangan di pemanggilan ketiga nanti. Dia menegaskan, KPK tidak ingin berandai-andai soal pemanggilan paksa. "Nanti kita lihat perkembangannya, jangan misal-misal dulu, nanti kita lihat perkembangannya," kata dia.
KPK juga menegaskan mempersilakan Novanto mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta ihwal status pencegahan Novanto ke luar negeri. Menurut KPK, hasil gugatan itu tidak akan menghalangi proses hukum yang sedang dilakukan. Basaria mengatakan, KPK menghormati langkah yang saat ini dilakukan Ketua Umum Partai Golkar itu.
"Semua orang punya hak untuk menuntut apa yang menurut dia tidak sesuai. Kami tunggu saja, tidak apa-apa," ujar dia.
Novanto telah mengajukan gugatan ke PTUN Jakarta terkait pencegahannya berpergian ke luar negeri oleh Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM. Dari laman resmi PTUN Jakarta, Novanto mendaftarkan gugatannya pada Jumat (20/10) dengan nomor perkara 219/G/2017/PTUN-JKT dan pihak tergugat Dirjen Imigrasi Kemenkumham.
Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, pencegahan bepegian keluar negeri yang dilakukan Imigrasi terhadap pihak-pihak yang sedang diproses oleh KPK didasarkan pada kewenangan KPK di Pasal 12 ayat 1 huruf (b) UU Nomor 30 Tahun 2002.
"Jadi, imigrasi menjalankan tugas UU, sebenarnya dari aspek hukum sangat kuat, sebenarnya terkait dengan pencegahan ke luar negeri," ujar Febri.
Bahkan, sambung Febri, bila membaca putusan praperadilan Novanto, salah satu permintaan dari pihak Setya Novanto untuk mencabut pencegahan ke luar negeri tidak dikabulkan oleh hakim. "Hakim mengatakan, itu kewenangan administrasi pejabat yang mengeluarkannya," ucap Febri.
Menurut Febri, bila Imigrasi menjadi pihak tergugat, pihak Imigrasi akan segera berkoordinasi dengan KPK karena permintaan pencegahan ke luar negeri berdasarkan permintaan KPK. "Tentu kita akan koordinasi, karena pencegahan keluar negeri bukan hanya ke SN, tapi beberapa pihak lain dalam kasus KTP-el dan juga dalam hampir semua kasus korupsi yang kita tangani," ujar Febri.
Pencegahan Novanto pergi ke luar negeri merupakan permintaan resmi KPK kepada Ditjen Imigrasi Kemenkumham. Pada awal Oktober lalu, KPK meminta perpanjangan pencegahan terhadap Novanto. KPK beralasan pencegahan masih dibutuhkan mengingat keterangan Ketum Golkar tersebut sebagai saksi kasus korupsi proyek KTP-el masih dibutuhkan. Novanto dicegah berpergian ke luar negeri hingga April 2018.
Ditjen Imigrasi sudah menerima surat gugatan yang dilayangkan Novanto. "Surat gugatan di PTUN sudah ada," kata Dirjen Imigrasi Ronny Sompie saat dikonfirmasi, Selasa (24/10).
Mantan kepala Divisi Humas Polri itu membenarkan, gugatan yang diajukan berkaitan dengan perpanjangan masa pencegahan Novanto ke luar negeri selama enam bulan ke depan sesuai dengan permintaan pimpinan KPK dalam rangka pengusutan kasus dugaan korupsi KTP-el. Pencegahan ke luar negeri dikeluarkan oleh Ditjen Imigrasi. Ronny menegaskan, Ditjen Imigrasi siap menghadapi gugatan yang dilayangkan Ketua DPR RI tersebut.
"Kami siap menghadapi gugatan tersebut dan pastinya akan berkoordinasi dengan pimpinan KPK terkait gugatan tersebut," tuturnya. (Editor: Agus Raharjo)