REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana pembentukan Densus Tipikor (Datasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi) Polri masih terus menuai kritik dari beberapa pihak. Walaupun presiden menghentikan sementara pembahasan Densus Tipikor ini, namun Pemuda Muhammadiyah menegaskan lembaga baru antirasuah versi Polri ini tidak rasional.
Ketua PP Pemuda Muhammadiyah Bidang Hukum, Faisal menilai semestinya usulan ini diuji dalam perspektif politik hukum pemberantasan korupsi. Sebab mengusulkan wacana Densus Tipikor jangan pula melupakan alasan mengapa membentuk KPK. Menurutnya, Politik hukum yang melatari hadirnya KPK, terang dan tegas.
Dan hadirnya UU KPK tidak terlepas dari konfigurasi cita hukum spirit pemberantasan korupsi. Sebagaimana yang diamanatkan reformasi yaitu memberi perhatian serius terhadap upaya pemberantasan korupsi. "Maka tidaklah heran UU KPK begitu lugas mengatakan bahwa lembaga pemerintah, dalam hal ini kepolisian belum berfungsi secara efektif dan efisien dalam berantas korupsi," ungkapnya, Selasa (24/10).
Potensi tidak efektif dan efisiennya pemberantasan korupsi oleh Polri semakin jelas, ketika Densus Tipikor bekerja dengan kewenangan terbatas."Maka dalam perspektif politik hukum wacana membentuk Densus Tipikor jelas tidak rasional," katanya.
Upaya pnting pemberantasan korupsi menurutnya, fokus pada capaian target kualitas, kuantitas dan waktu dalam setiap pencegahan dan penindakan setiap kasus. Namun jika fungsi yang dimiliki Densus Tipikor tidak dapat menjangkau efektivitas kerja yang demikian, jelas tidak rasional diusulkan untuk dibentuk.
"Alasan untuk memberikan kewenangan yang efektif harus dibuktikan dengan pembenahan internal terlebih dahulu," kata dia.
Apalagi Densus Tipikor memerlukan biaya Rp 2,6 triliun, ini jauh lebih besar dari anggaran yang diterima KPK selama ini. Selain pemborosan uang negara, Faisal beranggapan usulan dana sebesar itu akan sulit menjamin terwujudnya prinsip efisiensi.
"Karena itu semakin jelas bahwa Densus Tipikor sangat tidak rasional bila dilihat dari perspektif politik hukum karena dalam praktiknya sulit menjamin prinsip efektivitas dan efisiensi," kata dia,