Selasa 24 Oct 2017 11:27 WIB

Radikalisme Telah Jadi Ancaman

Rep: Fuji E Permana/ Red: Esthi Maharani
Radikalisme(ilustrasi)
Foto: punkway.net
Radikalisme(ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia hari ini terus mengalami perubahan terlebih lagi perubahan struktur demografi. Alvara Research Center menilai ada tiga trend perubahan demografi di Indonesia. Radikalisme diduga sudah mulai masuk ketiga entitas trend tersebut dan menjadi bayangan hitam yang mengancam.

CEO Alvara Research Center, Hasanuddin Ali mengatakan, yang pertama, pada tahun 2020 jumlah penduduk Indonesia yang tinggal di kota lebih besar, diprediksi angkanya mencapai 56,7 persen. Kedua, pada tahun 2020 jumlah penduduk kelas menengah Indonesia diprediksi mencapai 62,8 persen. Ketiga, jumlah penduduk millennial jumlahnya mencapai 34 persen.

"Tiga trend itulah yang akan menentukan masa depan Indonesia di masa depan," kata Hasanuddin saat merilis hasil survei Alvara Research Center di Sari Pan Pacific Hotel, Jakarta, Senin (24/10).

Ia menerangkan, berdasarkan hasil survei yang dilakukan Mata Air Foundation dan Alvara Research Center, radikalisme diduga telah masuk ke tiga entitas tersebut. Radikalisme telah menjadi bayangan yang sewaktu-waktu bisa mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. Bahkan mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Menurutnya, gejala radikalisme di tiga entitas tersebut harus dideteksi, tidak hanya sebagai early warning sistem, tetapi juga sebagai tindakan preventif agar benih-benih radikalisme tidak cepat meluas. Dikatakan dia, komponen penting dari tiga entitas tersebut adalah profesional.

"Profesional memiliki potensi untuk menjadi motor perubahan, karena mereka adalah kaum terdidik yang memiliki resources dan memiliki akses," ujarnya.

Ia mengatakan Mata Air Foundation dan Alvara Research Center melakukan survey kepada 1.200 profesional di berbagai kota di Indonesia. Tujuannya untuk mengukur sikap dan pandangan keagamaan kalangan profesional Indonesia tersebut.

Riset dilakukan melalui pendekatan kuantitatif dengan jumlah responden sebanyak 1.200 orang yang tersebar di enam kota besar. Yakni Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan dan Makassar.

Responden dalam riset ini adalah profesional Indonesia. Profesional yang dimaksud di sini adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS), profesional di kalangan swasta dan juga profesional yang bekerja di Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Profesional yang menjadi responden, dibatasi pada profesional yang bekerja di tujuh sektor. Di antaranya, sektor pertahanan dan keamanan, keuangan, energi dan pangan, telco dan logistik, kesehatan, pendidikan, manufaktur dan infrastruktur.

"Responden dibatasi pada usia 25-40 tahun, dan merupakan kelas menengah atas. Komposisi responden antara lain 300 PNS, 500 BUMN dan 400 Swasta, dengan margin of error sebesar 2,8 persen," jelasnya.

Survey dilaksanakan pada 10 September-5 Oktober 2017. Survey dilakukan melalui wawancara tatap muka. Responden pada riset ini dominan pria dibanding wanita. 53 persen pria dan 47 persen wanita, sebanyak 69 persen responden wanita menggunakan hijab. Mayoritas responden berasal generasi millenial yang berusia 31-35 tahun (67,4 persen) dan telah menikah (83 persen) serta berlatar pendidikan Sarjana/S1 (82.4 persen). Dari sisi ekonomi, mayoritas responden adalah profesional kalangan menengah atas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement