Selasa 24 Oct 2017 06:00 WIB

Praksisme Pancasila (II)

Ahmad Syafii Maarif
Foto: Republika/Daan
Ahmad Syafii Maarif

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ahmad Syafii Maarif

Tetapi harus diingat bahwa ketimpangan penguasaan tanah di atas tidak semata-mata karena ulah konglomerat. Negara --dalam hal ini pemerintah pusat dan daerah—yang memberi fasilitas kepada mereka mesti bertanggung jawab mengapa para konglomerat itu diberi izin sampai sejauh itu.

Juga karena konglomerat itu pasti menggunakan jasa perbankan, maka para bankir mesti pula ikut menanggung dosanya. Oleh sebab itu, masalahnya sudah sangat mendesak agar negara melalui UU Agraria secepatnya menata dan mengatur kembali hak penguasaan tanah itu, demi pulihnya wibawa dan penguatan Pancasila dalam bentuknya yang kongkret, bukan dalam teori dan kajian akademis.

Itu baru contoh di bidang pertanahan. Di bidang lain, seperti dalam perundangan-undangan amat perlu dikaji kembali mana-mana yang sejalan dengan Pancasila yang harus diperkuat dan bagian mana pula yang berlawanan dengannya yang harus diubah. Ini jelas pekerjaan besar yang memerlukan otak besar dan kemauan politik dari negara. Tanpa gerakan besar ke arah tegaknya keadilan ini, Indonesia akan tetap saja digoyang oleh berbagai kegaduhan dan kerentanan sosial yang bisa mengancam masa depan eksistensi bangsa dan negara ini, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.

Dari berbagai sumber yang dapat dipercaya didapat keterangan bahwa pemerintah Jkw-JK dalam tenggat waktu tiga tahun telah membangun infrastuktur yang luar biasa hebatnya di seluruh negara. Sepengetahuan saya, pembangunan raksasa ini belum pernah terjadi sebelumnya sejak kita merdeka.

Minggu pertama Oktober ini, seorang menteri menemui saya di Jakarta untuk menceritakan betapa seriusnya pemerintah membangun infrastuktur yang sekian lama terbengkalai. Juga harus dicatat pada periode yang lalu terdapat puluhan proyek besar yang mangkrak yang menjadi beban pemerintah berikutnya.

Tuan dan puan bisa membayangkan berapa triliun rupiah yang menguap akibat kecerobohan pembangunan ini. Proyek pusat olahraga Hambalang hanyalah salah satu di antara yang mangkrak itu, selain sekitar 15 proyek rumah sakit yang tidak dirampungkan oleh pemerintah sebelumnya. Sejak proklamasi kemerdekaan, terutama sejak 1959, karena kelemahan perencanaan dan pengawasan pembangunan nasional kita, sungguh bangsa dan negara ini telah membuang waktu secara sia-sia selama puluhan tahun dengan dana APBN dalam jumlah ribuan triliun.  

Pembangunan infrastuktur ini tentu tidak bisa cepat dirasakan hasilnya, tetapi harapan perbaikan sudah berada di depan mata. Semua orang dapat menyaksikannya. Bahwa di sana-sini masih banyak terdapat kebocoran anggaran, itu semua sudah jadi rahasia umum karena mentalitas koruptif bangsa ini yang belum sembuh juga, jika bukan malah semakin parah. Yang masih hangat adalah proyek E-KTP yang heboh itu dengan melibatkan nama-nama besar.

Negara Indonesia memang sarat dengan situasi yang serba antagonistik. Pembangunan nasional berlangsung dengan gencar, tetapi korupsi yang menggerogotinya juga tidak kurang dahsyatnya. Maka jadilah Indonesia terjepit dan tersandra antara pembangunan dan rongrongan korupsi yang tidak pernah jera. Nyaris saban hari kita diberi tahu adanya OTT KPK terhadap pejabat publik yang jumlahnya sudah ratusan.

Kelakuan hitam mereka yang telah mengkhianati sumpah jabatannya itu bila disandingkan dengan idealisme Pancasila, alangkah sangat memalukan dan telah menghancurkan martabat mereka sebagai manusia beradab. Sebagian mereka malah terus tersenyum, padahal tangannya sedang diborgol. Jenis makhluk macam apa ini?

Indonesia raya kini sedang berada dalam pertarungan dan benturan ketegangan antara idealisme Pancasila yang serba luhur dan dimensi praksismenya yang masih tunakeadilan dan tunakeadaban. Maka sila kedua dan kelima Pancasila: “Kemanusiaan yang adil dan berdab” dan “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” wajib memenangkan pertarungan itu, sebab kekuatan daya tahan bangsa ini akan sangat tergantung kepada capaian kemenangan itu.

Jika kita semua sudah sadar akan makna tanggung jawab kita terhadap bangsa dan negara, maka kita harus  bergerak bersama dengan tekad yang padu untuk secepatnya mendekati tujuan kemerdekaan. Yakinlah bahwa kemenangan itu pasti akan berada di pihak praksisme Pancasila yang sudah bergandengan tangan dengan dimensi idealismenya karena berhasil dibawa turun ke bumi kenyataan. Oleh sebab itu, elite bangsa ini harus berhenti menelikung Pancasila dengan kelakuan koruptif dan busuk, seperti dipertontonkan selama ini!

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement