REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo berpeluang untuk mempertahankan jabatannya di Pemilihan Presiden 2019 seperti dalam hasil survei yang dirilis Polmark Indonesia di Jakarta, Ahad (22/10). Partai Amanat Nasional (PAN) mendorong Ketua Umumnya, Zulkifli Hasan untuk maju sebagai calon wakil presiden mendampingi Presiden Jokowi atau calon presiden lainnya.
"Saat ini kita sudah diamatkan untuk mendorong Zulkifli Hasan untuk ikut bertarung di 2019," kata Sekretaris Jenderal DPP PAN, Eddy Soeparno yang ditemui usai acara rilis hasil survei Polmark Indonesia, Ahad (22/10).
Namun sebelum mengusung Zulkifli Hasan, menurutnya PAN harus kuat terlebih dulu. Jika dalam Pemilu 2019, PAN memiliki elektabilitas yang tinggi maka secara teknis akan mendorong syarat presidential treshold (PT) 20 persen yang menjadi syarat calon presiden yang maju.
Jika posisi PAN baik dari hasil Pemilu 2019, maka PAN juga secara politis akan lebih mudah untuk mendorong partai lain untuk bergabung membangun koalisi untuk posisi sebagai capres maupun cawapres.
Saat ini PAN dan Muhammadiyah juga masih mesra yang merupakan konstituen utama partai ini. PAN juga melihat banyaknya peluang untuk memperkenalkan PAN kepada pemilih baru yang merupakan generasi milenia yang menjadi pemilih baru.
"Pemilih tradisional kita yang dulu sempat berpindah pilihan ke partai lain, juga akan berusaha kita kembalikan," jelasnya.
Ia mengakui peluang Presiden Jokowi masih sangat besar untuk memenangkan Pilpres 2019. Namun PAN juga tidak menutup mata adanya keinginan dari masyarakat yang menghendaki adanya calon alternatif baru. "Jadi peluang Jokowi tetap besar, calon baru juga tetap besar," ujarnya.
Tapi pertanyaannya, siapa yang akan jadi wakil Jokowi atau siapapun calonnya yang bisa menambah dan mendorong elektabilitas dari calon tersebut. Karena posisi capres dan cawapres sama pentingnya di Pilpres 2019. "Bahkan jauh lebih penting dibandingkan saat Pilpres 2014 lalu," tegasnya.