Jumat 20 Oct 2017 22:49 WIB

Penyebab Longsor Pangandaran Menurut Penelitian Gamainatek

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Andri Saubani
Gadjah Mada Inovasi Teknologi (Gamainatek) memaparkan hasil kajian dari longsor Pangandaran. Kajian turut diisi pemetaan lokasi-lokasi rawan longsor di DI Yogyakarta. Jum'at (20/10).
Foto: Republika/Wahyu Suryana
Gadjah Mada Inovasi Teknologi (Gamainatek) memaparkan hasil kajian dari longsor Pangandaran. Kajian turut diisi pemetaan lokasi-lokasi rawan longsor di DI Yogyakarta. Jum'at (20/10).

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Tim dari Gadjah Mada Inovasi Teknologi (Gamainatek) yang menjadi pusat unggulan kajian-kajian mitigasi bencana, baru selesai melakukan penelitian atas longsor di Pangandaran. Kajian selama kurang lebih lima hari itu telah menemukan titik-titik longsor yang jaraknya cukup dekat.

"Penyebab longsornya itu memang alam tapi kombinasi dengan aktivitas manusia," kata Dwikorita Karnawati selaku penasehat Gamainatek saat ditemui di Departemen Geologi Universitas Gadjah Mada, Jumat (20/10).

Belum lagi, perbukitan yang memang curam yang menjadi penyebab banyaknya retakan dari bebatuan, walau kecuraman itu sendiri memang dikontrol unsur geologi. Ia menilai, pola pertama penyebab longsong dikarenakan lerang yang sudah rapuh, dan kondisinya tertumpuk tanah tebal.

Ia menuturkan, pola kedua berasal dari endapan longsog yang terjadi pada masa lalu yang masih menggantung, sehingga mengakibatkan pergerakan tanah kembali. Ada pula titik-titik bebatuan tuf yang jenis ini memang sangat licin apabila terkena air seperti hujan. "Pola ketiga karena ulah manusia," ujar Dwikorita.

Mulai dari pembangunan rumah, pemotongan tanah untuk jalan-jalan, sampai tidak adanya terasering yang membuat tanah kondisinya memang sudah rentan. Bahkan, tanpa ada bangunan-bangunan, pemotongan-pemotongan, tanah yang ada sudah memiliki tingkat kerawanan longsor.

Belum lagi, sungai-sungai yang ada di bawah semakin menggerus tebing-tebing yang ada, jadi posisi kemiringannya yang seharusnya setidaknya 30 derajat terabaikan. Malah, banyak yang tidak menyadari amblasnya sungai-sungai, sehingga membuat posisi tanah jadi melorot.

"Tanpa ada manusia sudah rawan longsor itu, ditambah rumah-rumah jadi kaki (perbukitan) terpotong, yang kebetulan di bawahnya ada sungai, jadi amblas tanah-tanahnya dan retak sampai ke sungai," ujar Dwikorita.

Ia mengingatkan, cukup banyak titik-titik sekitaran longsor Pangandaran, yang memang sudah menjadi zona jenuh air. Menurut dia, sudah saatnya warga melakukan ronda mengecek lereng-lereng drainase, dan semua masyarakat memang harus terlibat melakukan pengecekan di lingkungan masing-masing.

Gamainatek sendiri ditunjuk Menristekdikti sebagai pusat unggulan kajian-kajian mitigasi bencana, bersama 24 pusat kajian-kajian lain. Sedangkan, kajian-kajian di longsor Pangandaran dirasa sangat penting, demi melahirkan teknologi baru, terutama sistem peringatan dini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement