REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Putri pertama Presiden keempat RI KH Abdurrahman Wahid, Alissa Wahid mengatakan masyarakat Indonesia saat ini tidak perlu mendikotomikan kembali pribumi dan nonpribumi karena hal itu justru berpotensi merusak simpul persatuan.
"Bahasa pribumi dan nonpribumi akan menjadi pembatas. Orang dikotakkan menjadi kelompok satu dengan kelompok lainnya," kata Alissa saat acara sarasehan seni dan urban di Jogja National Museum, Yogyakarta, Rabu (18/10) malam.
Hal itu disampaikan Alissa mengomentari isi pidato Anies Baswedan usai dilantik sebagai Gubernur DKI Jakarta yang membedakan antara golongan pribumi dan non pribumi. "Meskipun konteksnya saat kolonialisme, itu (penggunaan istilah pribumi dan nonprobumi) problematik," kata dia.
Menurut Alissa, pekerjaan rumah (PR) Bangsa Indonesia saat ini justru bukan lagi menyoal pribumi dan non pribumi. "Atau kita melawan mereka, tetapi bagaimana mencari kita di tengah aku," ujarnya. "'Aku' ini kan banyak ada Sunda, Batak, Jawa dan lainnya. Sementara sejak awal Indonesia dibangunnya ya di atas 'aku-aku' ini."
Ia mengakui saat ini masih ada problem ketimpangan sosial di tengah masyarakat Indonesia. Meski demikian, ia menilai penggunaan istilah pribumi dan nonpribumi tetap tidak tepat untuk mengilustrasikan kondisi tersebut.
"Saya yakin Pak Anies bukanlah orang yang tidak berpikir. Dia tahu bahwa penggunaan bahasa itu akan problematik. Pertanyaannya apa yang sedang dipikirkan saat itu," kata dia.
Kendati demikian, saat pertama mendengar perbincangan yang membahas penggunaan bahasa itu, Alissa mengaku segera ingin melihat isi pidato Anies seutuhnya.
"Saya tidak ingin terjebak dengan istilah itu. Kita akui pada kasus Pak Ahok (Basuki Tjahaja Purnama) kita sudah pernah terjebak dengan menggunting kata," kata Koordinator Jaringan Gusdurian Indonesia ini.