Kamis 19 Oct 2017 04:01 WIB

Gubernur Baru dan Amnesia Sejarah

Angga Indrawan, Jurnalis Republika.
Foto:

Kutipan pidato itu yang kemudian memancing publik menjadi heran. Penjajah mana yang dimaksud oleh Anies Baswedan? pribumi mana yang ia maksud? Sebab, jika ia menggunakan kata 'kita' dalam pidatonya malam itu, tentu cerita penjajahan dan pribumi itu ditujukan kepada masyarakat Jakarta golongan tua. Yakni mereka yang setidaknya pernah merasakan pilu penjajahan di Jakarta beberapa tahun sebelum kemerdekaan pada 1945.

Dari Badan Pusat Statistik pada 2015 melansir, masyarakat Jakarta usia 65 tahun ke atas pun hanya berjumlah 375.893 orang. Angka itu, faktanya, hanya 3,6 persen dari total 10,17 juta penduduk DKI Jakarta.

Bagaimanapun juga narasi sejarah harus terbangun kuat jika ia tak ingin menjadi pesan ambigu untuk masyarakat.  Rasanya frasa 'pribumi' berdamping dengan kata 'penjajahan' dan 'penindasan' menjadi kata yang dianggap tak perlu diucapkan Anies di tengah sensitivitas isu SARA yang menguat pascapilkada DKI 2017.

Dalam konteks sejarah kolonialisme sekalipun, frasa 'pribumi', yang diadopsi dari kata //inlander// dalam bahasa Belanda, sudah jauh terkubur dalam ingatan bangsa. Kata pribumi sejatinya muncul sejak 23 Juli 1925 berdasarkan Stbld. 1925 No. 415, yang mulai berlaku sejak 1 Januari 1926.

Waktu telah berlari cepat, dan dalam konteks kekinian, tak perlu ada lagi dikotomi antara pribumi dan non-pribumi. Ungkapan Itik se a telor, ayam se ngeremme, pun biar terakhir terjadi di era Si Pitung saat tanah Betawi dirampas para tuan tanah dan orang-orang Belanda pada awal abad 20-an.

Jakarta saat ini adalah milik semua, milik semua penduduk dari berbagai daerah yang punya semangat mencari nafkah di sederet gedung-gedung bertingkat.

Anies Baswedan punya setumpuk pekerjaan untuk DKI Jakarta, dan itu merupakan hal yang lebih penting dan substansial sebagai konsekuensinya menjadi pelayan warga.

Rasanya pesan Wapres Jusuf Kalla jelang pelantikan di balai kota sudah tepat. Jusuf Kalla berpesan, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno penting untuk melanjutkan program penanganan kemacetan dan banjir di ibu kota.

Jusuf Kalla menilai masalah paling pokok Jakarta ialah kemacetan dan kebanjiran. Wapres mengatakan kepada Anies, Jakarta sebagai Daerah Khusus Ibukota juga mempresentasikan pusat dan merupakan etalase Indonesia sehingga harus dikelola dengan baik.

Pak Anies, silakan selesaikan hal yang lebih penting...

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement