REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Bidang tanah di Sumatra Barat belum semua memiliki kepastian hukum. Dari total wilayah Sumatra Barat seluas 4,2 juta hektare, baru sekitar 1,04 juta hektare yang telah memiliki kepastian hukum.
Wakil Gubernur Sumatra Barat Nasrul Abit menjelaskan, dari seluruh luasan lahan di wilayahnya, baru 631.591 bidang tanah yang terdaftar di Badan Pertanahan Nasional (BPN). Saat menerima rombongan Komite I DPD RI, Nasrul menyampaikan perkembangan terkini pelaksanaan reformasi agraria khususnya redistribusi lahan dan legalisasi aset di Sumatra Barat. Sumatra Barat memang perlu manajemen pencatatan lahan dan legalisasi lahan yang baik.
Apalagi, dari 4,2 juta hektare lahan di Sumatra Barat, hanya 58,83 persennya atau 2,3 juta hektare yang bisa dimanfaatkan manusia. Sisanya, sebanyak 42,17 persen lahan di Sumbar berfungsi sebagai hutan lindung yang mesti dijaga. "Nah untuk hutan lindung ini memang harus dijaga karena penyangga Sumatra Barat dari bencana alam," ujar Nasrul, Rabu (18/10).
BPN sudah menjalankan Proyek Operasi Nasional Agraria (Prona) untuk melakukan pendataan lahan. Tahun 2017 ini, kata Nasrul, BPN melalui Prona Sistem Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) telah merampungkan pendataan untuk 15.105 bidang lahan di Sumatra Barat. "Semua itu bagian dari meningkatkan kepastian hukum pada lahan tanah bagi masyarakat di Sumatera Barat," kata Nasrul.
Sumatra Barat memiliki spesifikasi kepemilikan tanah yang cukup kompleks, seperti adanya tanah ulayat. Terdapat empat macam bentuk tanah ulayat, yakni ada tanah ulayat nagari, tanah ulayat suku, tanah ulayat kaum, dan tanah ulayat rajo. Seluruhnya dimiliki secara komunal atau bersama-sama dan diwariskan turun-temurun kepada anak-kemenakan.
Nasrul menambahkan, pelaksanaan pembangunan di Sumatra Barat mau tak mau memang memanfaatkan tanah ulayat tadi. Satu hal yang ia selalu kedepankan dalam pemanfaatan tanah ulayat adalah pendekatan dengan masyarakat adat, melalui tokoh adat, ninik mamak, dan alim ulama serta kerapatan adat.
"Pendekatan ini akan mengindari terjadinya salah persepsi dan pertikaian yang terjadi. Semua akan damai pada saat semua pihak merasa terlibat dan yakin pelaksanaan pembanguan itu untuk kepentingan bersama dan kemajuan daerah," katanya.