Rabu 18 Oct 2017 11:39 WIB

Target Pajak dan Berburu di Kebun Binatang

M Iqbal, Jurnalis Republika.
M Iqbal, Jurnalis Republika.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Muhammad Iqbal, Jurnalis/Redaktur Republika untuk Isu-Isu Ekonomi

Pada Selasa (10/10) lalu, Republika Koran menurunkan berita utama di halaman luar dengan judul 'Target Pajak Bisa Meleset'. Segera setelah itu, salah satu grup WhatsApp yang diikuti penulis selaku redaktur yang mengedit artikel itu pun dibanjiri sejumlah komentar.

Fokus perbicangan di grup yang diisi para pewarta di ekonomi makro itu identik. Apakah target penerimaan pajak tidak akan tercapai lagi? "Target pajak mah bukan bisa meleset lagi. Tiap tahun hampir pasti selalu meleset," ujar seorang jurnalis di kantor berita asing.

Bekas jurnalis yang kini beralih ke perusahaan konsultan pajak pun setali tiga uang. Sebab, berdasarkan catatan di Direktorat Jenderal Pajak, tercatat hanya pada 2008 target penerimaan pajak tercapai. "Pas Sunset Policy," katanya merujuk pada kebijakan besar kala itu.

Rekan lainnya berujar. Jika penerimaan masih kurang sekitar Rp 500 triliun, yang pusing bukan hanya Dirjen Pajak Kemenkeu. Pihak dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko pun bakal pusing tujuh keliling.

Perbincangan kemudian beralih ke arah bagaimana langkah Ditjen Pajak Kemenkeu untuk mengejar target di sisa waktu. Istilah berburu di kebun binatang pun kembali mencuat. Bagi yang mahfum, pasti memahami istilah ini. Apakah perlu dijelaskan? Rasanya tidak perlu. Sila cek di Google, hehehehe

Omong-omong, berdasarkan data, sampai pengujung September 2017, realisasi penerimaan pajak tercatat baru mencapai Rp 770,7 triliun atau 60 persen dari yang tertuang dalam APBNP 2017 sebesar Rp 1.284 triliun.

Dengan begitu, terdapat kekurangan Rp 513 triliun yang harus dikejar pada kuartal IV tahun ini. Pada tahun lalu, setoran pajak hingga September 2016 mencapai Rp 791,9 triliun atau 58,4 persen dari target Rp 1.355,2 triliun.

Omong-omong, mengapa target pajak bisa meleset? Apakah ini berarti ketidakmampuan pemerintah maupun parlemen dalam menentukan besaran dengan tepat pada pembahasan awal APBN? Menurut penulis, rasanya tidak fair jika kita hanya menimpakannya ke mereka.

Ya, majalnya setoran pajak tak dapat dimungkiri juga disebabkan pertumbuhan ekonomi yang tidak optimal. Sebagai contoh pada tahun ini, ekonomi ditargetkan 5,2 persen dalam APBNP 2017. Namun, realisasi sampai semester I tahun ini hanya 5,01 persen.

Memang, jika dilihat selisihnya hanya 1,9 persen. Tapi jangan lupa kalau besaran itu akan sangat besar jika dikalikan dengan nominal produk domestik bruto Indonesia yang besarnya sekitar Rp 12 ribu triliun.

Tidak optimalnya pertumbuhan ekonomi bisa beragam faktor. Singkatnya bisa dari internal maupun eksternal. Kalau internal salah satunya bisa bersumber dari masalah konsumsi rumah tangga yang erat kaitannya dengan daya beli.

Kemudian dari sisi eksternal bisa lantaran harga komoditas ekspor andalan Indonesia yang belum pulih sepenuhnya. Komoditas-komoditas itu antara lain batu bara, karet, kelapa sawit, dan lain-lain.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement