REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Sumatra Selatan (Sumsel) dikenal sebagai salah satu daerah produsen kepala sawit terbesar di Indonesia. Terbukti daerah ini mampu mengekspor kelapa bulat dalam jumlah yang signifikan, yakni 70 kontainer setiap harinya.
“Ekspor buah kelapa bulat tanpa serabut dari Sumatera Selatan setiap harinya mencapai sekitar 60 sampai 70 kontainer. Ekspor dilakukan melalui Pelabuhan Boom Baru Palembang,” kata Kepala Dinas Perdagangan Sumsel Agus Yudiantoro.
Menurut Agus Yudiantoro, pertumbuhan ekspor kelapa bulat utuh dari Sumsel setiap tahunnya cenderung meningkat. Peningkatan volume ekspor komoditas non-migas tersebut terlihat dari realisasi nilai ekspor yang masuk ke Sumsel. “Jika tahun lalu berkisar antara Rp 500- 600 miliar, maka tahun ini diperkirakan akan mencapai satu triliun rupiah yang berarti ada peningkatan mencapai 100 persen,” ujarnya.
Negara tujuan ekspor dari kelapa bulat tersebut adalah Cina dan Thailand. Kelapa tersebut diperoleh dari pedagang pengumpul yang terbanyak dari Kabupaten Banyuasin. Daerah ini sudah sejak lama dikenal sebagai sentra perkebunan kelapa rakyat yang sebelumnya hanya memenuhi kebutuhan masyarakat di Sumsel atau dijual ke daerah tetangga Provinsi Lampung, Bengkulu dan Jambi.
Walau memiliki kontribusi yang cukup besar, namun ekspor kelapa bulat dari Sumatera Selatan belum masuk dalam daftar komoditas andalan ekspor non-migas dari daerah ini. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS) Sumsel, komoditas ekspor andalan non-migas dari Sumsel adalah karet, batu bara, minyak kelapa sawit dan fraksinya, kayu atau produk kayu, udang, kopi dan teh.
Dengan potensi ekspor buah kelapa bulat tersebut menurut mantan pejabat bupati Musi Rawas Utara (Muratara), Dinas Perdagangan Sumsel akan mencari pasar ekspor baru selain Cina dan Thailand. Di negara tersebut buah kelapa asal Sumsel tersebut diolah sebagai bahan baku pembuatan bahan makanan, minyak, serta campuran untuk kosmetik.
Untuk menunjang dan meningkatkan ekspor buah kelapa asal Sumsel, Dinas Perdagangan Sumsel melakukan sosialisasi kepada petani maupun asosiasi produsen kelapa. “Kami menjalin kerja sama dengan badan karantina tanaman, Dinas Pertanian dengan mengedukasi cara meningkatkan kualitas kelapa ekspor, juga dengan Bea Cukai guna mempermudah proses lalulintas barang khususnya yang berkaitan dengan masalah perizinan,” kata Agus Yudiantoro.