REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi X DPR RI Ferdiansyah meminta Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) tak gegabah menghentikan operasional perguruan tinggi. Hal itu mengomentari langkah Kemristekdikti menutup 25 perguruan tinggi swasta (PTS) beberapa waktu lalu.
"Pemerintah jangan gegabah," kata dia kepada Republika, Selasa (17/10).
Politikus Partai Golkar itu mempertanyakan apakah penutupan sudah sesuai prosedur, sudah dikaji secara mendalam, dan dihitung dampaknya. Ia mengingatkan pemerintah adalah departemen pemberi izin pendirian PTS.
Ferdiansyah menilai, seharusnya pemerintah memiliki perhitungan kemungkinan-kemungkinan terhadap PTS itu dalam menjalankan operasionalnya. "Tak mungkin mendirikan PTS tanpa ada permintaan, permintaan pasti ada izinnya," jelasnya.
Ferdiansyah juga mempertanyakan ihwal pembinaan dan pengawasan Kemristekdikti terhadap perguruan tinggi. Ia meyakini pemerintah memiliki peta jalan standar masing-masing perguruan tinggi. Kendati demikian, ia mengingatkan, pemerintah tak bisa menyamaratakan membina atau menentukan standar perguruan tinggi.
"Apakah sudah dilakukan secara benar dan baik," ujar dia.
Ferdiansyah meminta pemerintah tidak membuat kegaduhan atas langkah penutupan 25 PTS. Ia meyakini masyarakat dan sivitas akademia terganggu dan terdampak terhadap pemberitaan tersebut.
"Bagi kami (Komisi X DPR) jangan sampai merugikan rakyat dan sivitas akademia," ujar dia.
Kemristekdikti menghentikan operasional 25 PTS tersebar di seluruh Indonesia. Alasannya, PTS itu tidak memenuhi ketentuan pendirian perguruan tinggi.
Kemristekdikti tengah mengevaluasi 102 perguruan tinggi lainnya. Penutupan operasional kampus berdasarkan sejumlah faktor, seperti, rektorat dan yayasan tidak bisa mengelola perguruan tinggi, kampus tak memiliki mahasiswa, dan ada kecurangan dalam pelaksanaan operasional kampus.
Kemristekdikti mengklaim sempat memberi teguran memperbaiki diri pada 25 dari 127 PTS itu. Namun, Kemristekdikti menilai sejumlah PTS abai terhadap peringatan pemerintah.