Selasa 17 Oct 2017 14:42 WIB

Aliansi Korban Reklamasi Tuntut Sekda DKI Dipecat

Rep: Sri Handayani/ Red: Bilal Ramadhan
Komunitas Nelayan Tradisional (KNT) Muara Angke melakukan aksi di depan ruang sidang pembahasan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) Rencana Pengelolaan Lingkungan (RPL) reklamasi dan pembangunan di atas Pulau G di Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Selasa (11/7).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Komunitas Nelayan Tradisional (KNT) Muara Angke melakukan aksi di depan ruang sidang pembahasan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) Rencana Pengelolaan Lingkungan (RPL) reklamasi dan pembangunan di atas Pulau G di Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Selasa (11/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah orang dari Aliansi Korban Reklamasi (AKAR) melakukan aksi dukungan untuk Gubernur-Wakil Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan-Sandiaga Uno di depan Gedung Balai Kota. Dalam aksi tersebut, para demonstran juga menuntut penghentian reklamasi dan pencopotan Sekretaris Daerah.

"Sekda sudah melakukan sesuatu di luar kewenangannya," kata Juru Bicara Tim Advokasi AKAR Muhammad Taufiqurrahman, kepada Republika, Selasa (17/10).

Dalam keterangan tertulis, tim AKAR menyampaikan reklamasi merupakan proyek besar kota hunian baru di wilayah Jakarta. Namun, dalam pembangunan, proyek tersebut tidak memperhatikan aspek hukum, ekonomi, sosial, dan lingkungan.

Saefullah dinilai melakukan pelanggaran krusial, di antaranya melakukan perjanjian dengan Suryo Pranoto Budihardjo dan Firmantodi Sarlito selaku Presiden Direktur dan Direktur PT Kapuk Naga Indah pada 11 Agustus 2013. Ketika itu, moratorium masih berlaku.

 

Perbuatan melawan hukum yang dituduhkan kepada Saefullah antara lain:

1. Obyek perjanjian bertentangan dengan Pasal 1320 KUH Perdata karena kausa tidak halal mengingat masih berlakunya moratorium saat perjanjian dibuat.

2. Perjanjian tidak melibatkan DPRD DKI Jakarta, dimana ketentuan Pasal 9 Peraturan Pemerintah No 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Daerah.

3. Tidak ada pembentukan tim koordinasi kerja sama daerah. Ini bertentangan dengan Pasal 5 Permendagri No 22 tahun 2009 tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Kerja Sama Daerah.

4. Objek gugatan berimplikasi terbitnya SK HGB dari BPN Jakarta Utara yang dinilai super kilat. Surat tersebut terbit di hari yang sama dengan tanggal penandatanganan surat permohonan HGB tanggal 23 Agustus 2017.

Taufik mengatakan, saat ini tim AKAR mengajukan gugatan ke PN Jakpus dan PN Jakut untuk membatalkan perjanjian No 33 tahun 2017 dan No 1/AKTA/NOT/VIII/2017 tentang penggunaan/pemanfaatan tanah di atas sertifikat hak pengelolaan.

"Sekarang sampai tahap pendaftaran, minggu lalu kami daftarkan. Untuk di PN Jakpus Kamis (12/10), di PN Jakut Jumat (13/10)," ujar dia.

AKAR merupakan gabungan beberapa elemen yang menolak pelaksanaan reklamasi. Beberapa kelompok yang tergabung di antaranya Nelayan Tradisional Kamal Muara, Nelayan Muara Angke, Nelayan Kali Baru, KAHMI Jakarta Utara, Aliansi Masyarakat Jakarta Utara, Laskar Luar Batang, Forum Komunikasi Pemuda Muara Angke, Forum Pemuda Betawi Jakarta Utara, Paguyuban Kembang Lestari, dan Gerakan Pemuda Kamal Muara.

Perwakilan nelayan dari Jaring Rampus, Diding Setiawan, mengatakan reklamasi telah menyebabkan pencemaran lingkunga dan mengurangi penghasilan para nelayan. Menurut dia, saat ini tidak ada ikan yang dapat dijaring hingga sejauh 3 mil.

"Pulau-pulau kan sudah tercemar. Melaut sudah jauh tiga mil ke depan sudah tidak ada ikan. Dengan timbunan uruk memberi dampak pencemaran. Karena sebelum diuruk, diberi pengeras dulu," ujar dia.

Ia menggambarkan, penghasilannya menurun hingga lebihbdari 50 persen. Awalnya, ia dapat memeroleh penghasilan hingga Rp 3,5 juta per hari. Kini penghasilan itu menurun hingga hanya Rp 500 ribu per hari. Ia mengaku telah merasakan dampak ini selama tiga tahun terakhir.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement