REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi V DPR RI mendorong pemerintah untuk mempermudah skema pembiayaan perumahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) disektor informal yang sampai saat ini masih kesulitan mengakses perbankan.
Wakil Ketua Komisi V DPR RI Sigit Sosiantomo mengungkapkan hal itu, menyusul masih banyaknya MBR sektor informal yang kesulitan mengakses perbankan untuk mendapatkan kredit rumah. Ini ia sampaikan saat kegiatan rakor pembinaan pendanaan dan sistem pembiayaan perumahan digelar di Jawa Timur.
Sebenarnya pemerintah sudah memberikan beberapa fasilitas untuk MBR berupa pemberian Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Subsidi Bunga Kredit Perumahan (SSB), Subsidi Bantuan uang Muka (SBUM).
Namun, masih banyak MBR yang hingga kini kesulitan mengakses bantuan itu terutama, mereka yang bekerja di sektor informal. Akibatnya, masyarakat yang tidak mampu memiliki rumah terpaksa tinggal di tempat tidak layak.
"Penghasilan mereka yang tidak tetap membuat mereka sulit untuk menembus syarat-syarat mendapatkan akses pembiayaan itu," kata Sigit dalam keterangan pers, Senin (16/10).
Berdasarkan data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) kata Sigit, baru 2,5 persen pekerja sektor informal yang menikmati Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Data ini dikumpulkan sejak program Satu Juta Rumah milik pemerintah meluncur pada 2015 lalu.
Peserta dari pekerja informal ini pun adalah hasil binaan perbankan syariah yang baru mendapatkan kemudahan KPR setelah sekitar satu atau dua tahun sudah mencicil. "Fasilitas pembiayaannya sudah banyak, tapi tidak bisa diakses," ungkapnya.
Karena itu, perlu skema pembiayaan baru bagi MBR kategori pekerja informal. "Saya juga berharap berharap keberpihakan perbankan pada sektor perumahan khususnya pembiayaan perumahan untuk sektor informal bisa lebih ditingkatkan," ujar Sigit.
Seperti diketahui, keberpihakan perbankan pada MBR juga masih sangat rendah. Rasio penyaluran KPR terhadap PDB Indonesia jauh lebih rendah dibandingkan negara tetangga.
Di Singapura porsi pembiayaannya mencapai 53 persen, Malaysia yang mencapai sekitar 30 persen dan Thailand 15 persen. Sementara di Indonesia baru mencapai sekitar 8 persen. Sisanya, ungkap dia, kebanyakan di infrastruktur dan SDA, padahal perumahan juga mendesak.
Berdasarkan data terakhir Bank Indonesia, penyaluran KPR dan KPA hingga Mei 2017 baru mencapai Rp 377,3 triliun. Penyaluran KPR tersebut baru mencapai 8,5 persen dari total penyaluran kredit perbankan. Dan penyaluran KPR ini hanya didominasi oleh 10 bank besar.