REPUBLIKA.CO.ID, Barangkali Pemerintah Provinsi Sumatra Barat mengandalkan ungkapan 'Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali'. Lebih baik berbenah setelah insiden terjadi, daripada tidak ada perbaikan sama sekali. Akhir September 2017 lalu, 50 ton produk turunan minyak sawit tumpah ke perairan Teluk Bayur, kawasan pelabuhan terbesar di Sumatra Barat.
Tak berselang lama, awal Oktober 2017 ditemukan adanya pencemaran puluhan liter Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar di salah satu dermaga pelabuhan. Dalam kurun waktu satu bulan, Teluk Bayur terlanjur tercemar. Untungnya, penanggulangan pencemaran bisa dilakukan dengan cepat. Teluk Bayur kini memang kembali bersih. Tapi investigasi atas dua insiden tadi tetap berjalan.
Meski investigasi atas kedua insiden tadi belum rampung, Pemerintah Provinsi tak mau buang waktu. Kejadian beruntun ini memaksa seluruh pemangku kepentingan untuk instrospeksi diri, berbenah, dan memastikan insiden yang sama tak bakal terulang.
Senin (16/10) siang, Pemprov Sumbar memanggil seluruh instansi yang ada sangkut-pautnya dengan pengelolaan Pelabuhan Teluk Bayur. Mulai dari Dinas Lingkungan Hidup Kota Padang dan Provinsi Sumatra Barat, Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP), PT Pelindo II, hingga seluruh perusahaan yang 'sewa tempat' di Teluk Bayur. Semua dipanggil, semua diminta benahi diri.
Dalam rapat koordinasi tersebut, akhirnya terungkap satu masalah klasik yang juga kerap dialami instansi lain, yakni adanya ego sektoral dan koordinasi yang lemah antarsektor. Wakil Gubernur Sumatra Barat Nasrul Abit menyampaikan pandangannya bahwa belum ada kekompakan antara KSOP Teluk Bayur, Pelindo II, dan pihak perusahaan terkait Standar Prosedur Operasi (SOP) dalam tanggap darurat pencemaran lingkungan.
Menurut Nasrul, kejadian-kejadian yang sebelumnya terjadi memberi gambaran bahwa masing-masing instansi terkesan belum senada dalam melakukan langkah sigap selama tanggap darurat. "Teluk Bayur kan satu kawasan. Harus ada koordinasi yang sama. Sehingga penanganan tidak hanya masing-masing, tapi semua bergerak," ujar Nasrul saat memimpin evaluasi penanganan pencemaran lingkungan di Teluk Bayur, Senin (16/10).
Mumpung berkumpul, perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Teluk Bayur juga ikut 'curhat'. PT Semen Padang misalnya, yang memiliki unit packing di sana meyakinkan pemerintah bahwa penanganan limbah telah dilakukan semaksimal mungkin. Lalu ada PT Wira Inno Mas, pemilik tangki yang bocor akhir bulan lalu, mengindikasikan kerusakan fasilitas akibat seringnya gempa bumi melanda Padang.
Manajer Operasi perusahaan, Hendra Leo mengatakan bahwa pihaknya sudah berkonsultasi dengan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Hasilnya, diketahui bahwa gempa bumi dengan intensitas M 1 hingga M 6,2 Skala Richter (SR) bisa saja mengguncang Kota Padang hingga 76 kali dalam sebulan. Hendra memandang, tingginya frekuensi gempa bumi di Kota Padang berimbas pada ketahanan tangki.
Ia kemudian mengajak perusahaan lainnya untuk mengetatkan pemeriksaan tangki, khususnya yang sudah beroperasi lama. "Khusus untuk tangki karena daerah kita adalah daerah gempa, tolong bangunan tangki dibuat tahan gempa. Ini harus sesuaikan baik pondasi atau ketebalan dan spesifikasi," ujar Wagub Sumbar Nasrul Abit kepada perwakilan perusahaan.
Nasrul juga secara khusus meminta KSOP Teluk Bayur dan Pelindo II untuk menyamakan pandangan terkait penanganan tanggap darurat. Ia mengingatkan kedua instansi untuk mengesampingkan ego sektoral yang ada.
Pemprov Sumbar memang sedang tidak mau main-main soal penanganan lingkungan hidup. Bukan sekali-dua kali persoalan lingkungan menimpa provinsi yang berbatasan langsung dengan Samudra Hindia ini. Terakhir, salah seorang menteri di Kabinet Kerja sampai rela memunguti sampah di Pantai Padang lantaran sampah yang menumpuk akibat banjir yang sempat melanda Kota Padang.
"Kemarin kita ambil hikmahnya. Ke depan jangan terjadi lagi. Jangan sapai Sumbar dicap tidak ramah lingkungan. Bagaimana kami ke depan, selamatkan Teluk Bayur," ujar Nasrul.
Kepala KSOP Teluk Bayur Yus K Usmany ikut bersuara. Ia mengakui bahwa koordinasi di Teluk Bayur belum solid. Ke depannya, Yus berjanji akan melakukan rapat koordinasi termasuk dengan Pelindo II untuk menyakan SOP dalam penanganan tanggap darurat termasuk pengawasan lingkungan dan langkah pencegahan.
"Kita perbaiki koordinasi untuk bikin tim tanggap darurat, dan berjenjang lakukan latihan bersama. Jejaring koordinasi harus sudah sampai ke Gubernur dan SOP kita benahi," kata Yus.
Plt Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sumatra Barat Siti Aisyah mengingatkan, perusahaan tetap menjadi pihak yang pertama kali bertanggung jawab bila ada pencemaran lingkungan. Itu lah mengapa, lanjutnya, SOP penanganan tanggap darurat harus disamakan antarinstansi di Teluk Bayur. Ia meminta masing-masing perusahaan menyerahkan SOP tanggap darurat kepada KSOP Teluk Bayur agar bisa dilakukan penyatuan pandangan.
"Setiap perusahaan harus sampaikan secara transparan terkait jenis kegiatan, risiko lingkungan, dan cara pengendaliannya," katanya.
Insiden pencemaran di Teluk Bayur kadung terjadi. Meski kini lautan kembali bersih, namun jangan sampai kejadian serupa terulang. Pemprov sudah punya inisiatif untuk menegur seluruh pemangku kepentingan di Pelabuhan Teluk Bayur. Perbaikan yang segera dilakukan diharapkan tak sekadar formalitas di sisi regulasi. Namun, langkah preventif atas pencemaran lingkungan juga tetap harus dilakukan.