Senin 16 Oct 2017 20:00 WIB

DPRD Yogya Desak Pengadaan Kantong Parkir

Rep: Eric Iskandarsjah/ Red: Fernan Rahadi
Pekerja menyelesaikan pembangunan area kantong parkir raksasa (Parking Bay) di Jalan Tol Jakarta-Cikampek km 18, di Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Rabu (24/5).
Foto: antara/risky andrianto
Pekerja menyelesaikan pembangunan area kantong parkir raksasa (Parking Bay) di Jalan Tol Jakarta-Cikampek km 18, di Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Rabu (24/5).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kian tumbuhnya Kota Yogyakarta diikuti dengan berbagai persoalan, salah satunya kemacetan. Kepadatan lalu lintas Yogyakarta saat ini telah mendekati titik jenuh, atau titik dimana adanya potensi terjadi kemacetan secara total.

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Yogyakarta meminta agar persoalan kemacetan harus segera diberikan perhatian khusus. Anggota Komisi C DPRD Yogya, M Fauzan menyadari, kemacetan di kota Yogya juga merupakan persoalan yang harus diselesaikan dengan koordinasi yang optimal antara Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Yogyakarta, pemerintah kabupaten di sekitar, serta Dishub Provinsi DIY.

"Salah satu hal yang mendesak untuk segera dilakukan adalah pengadaan kantong parkir," ujarnya, Ahad (15/10). Pasalnya, ia menilai, banyaknya kendaraan yang parkir di bahu jalan merupakan salah satu hal yang berkontribusi secara signifikan terhadap terjadinya kemacetan di beberapa ruas jalan.

Berdasar pantauan Republika, sebenarnya pemkot sudah memberlakukan larangan parkir di beberapa ruas jalan seperti di Jalan Cik Di Tiro. Tak jarang, beberapa mobil yang tetap parkir di ruas jalan itupun langsung ditindak dengan pemberian kunci roda sebagai sanksi.

Melihat fakta itu, Fauzan optimistis maraknya penggunaan bahu jalan untuk parkir dapat ditekan dengan adanya kantong parkir yang memadai. "Mengingat adanya keterbatasan lahan, maka pengadaan kantong parkir dapat dilakukan dengan langkah pembebasan lahan di beberapa titik strategis," kata dia.

Jika memang terdapat kantong parkir yang lokasinya di pinggir kota, maka, lanjut dia, hal ini dapat dioptimalkan dengan melengkapi sarana berupa shuttle bus. Sehingga, masyarakat dapat memarkir kendaraan dengan aman dan nyaman serta kemudian dapat mencapai tujuan dengan mudah.

Kepala Dishub Kota Yogyakarta, Wirawan Hario Yudho mengatakan, saat ini nilai volume capacity ratio (V/C Ratio) di Kota Yogya telah mencapai angka 0,8 dan bahkan ada beberapa ruas jalan yang  V/C Ratio-nya mencapai angka 0,9. V/C Ratio sendiri merupakan perbandingan antara jumlah kendaraan yang melintas di suatu ruas jalan dalam satu jam dengan total kapasitas dari ruas jalan tersebut.

Angka maksimal dari rasio ini adalah 1, yang menunjukan bahwa kemacetaan total telah terjadi. Rasio Kota Yogya yang mencapai angka 0,9 menunjukan bahwa Kota Yogya telah mendekati posisi macet total. "Ini harus segera dicegah dengan berbagai langkah strategis. Oleh karena itu, isu transportasi harus dijadikan persoalan prioritas ketiga setelah persoalan pendidikan dan kesehatan," kata Wirawan.

Sebelumnya, Ombudsman RI Perwakilan DIY telah melakukan kajian secara sistemik yang membuahkan rekomendasi untuk Pemerintah Kota Yogyakarta terkait layanan parkir di Kota Yogyakarta. Kepala Ombudsman RI Perwakilan DIY, Budhi Masthuri mengatakan, terdapat tiga poin utama dalam rekomendasi yang diberikan kepada Pemerintah Kota Yogyakarta.

"Pertama adalah saran kepada Pemkot dan DPRD Kota Yogya untuk menambahkan ketentuan atau jika sudah ada, agar memperkuatnya, dalam revisi Perda Nomor 18 tahun 2009 tetang perparkiran," kata Budhi beberapa waktu lalu.

Disarankan, perda itu merupakan perda yang mengatur mengenai pengelolaan parkir terintegrasi dengan aspek fasilitas akses menuju tempat wisata dan penataan sistem transportasi serta tata ruang kota. Selain itu perda itu juga mengatur mengenai penyelenggaraan parkir satu pintu yang dikelola oleh satu institusi tertentu sebagai regulator tunggal dan terintegrasi. "Selain itu, diharapkan perda itu juga sekaligus mengatur mengenai pembayaran parkir berbasi kartu elektronik atau smart parking," ujarnya.

Beberapa rekomendasi itu diajukan setelah Ombudsman menemukan beberapa hal dari aspek kebijakan yang patut disoroti mulai dari pengaturan parkir yang tidak rinci tentang "Parkir Tidak Tetap" serta pengelolaan parkir oleh banyak pihak. Sedangkan dari aspek operasional, Ombudsman juga menyoroti akan maraknya parkir liar dan tarif parkir yang tidak sesuai peraturan.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement