REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Politik dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedillah mengatakan survei-survei yang dilakukan terhadap calon presiden dan wakil presiden 2019 mendatang dinilai masih terlalu dini. Belum lagi survei-survei tersebut dilakukan tanpa melirik peran dan fungsi mesin politik partai.
Saya melihatnya ada yang diabaikan oleh lembaga survei ini, jadi nampaknya (mereka) mengabaikan peran mesin politik partai di dalam menganalisis temuan survei, ujar Ubedilah melalui sambungan telepon di Jakarta, Sabtu (14/10).
Survei yang terjadi saat ini menurut Ubedilah, lebih condong melihat pada ketokohan, misalnya Presiden Jowo Widodo dan Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto. Padahal menurut Ubedilah, kemenangan Pilpres 2019 ditentukan oleh seberapa kuat mesin partai yang digerakkan.
Kalau Presiden didukung oleh mesin politik partai yang militan maka kemungkinan dia akan menjulang suara yang lebih tinggi. Nah dari survei ini tidak menghubungkan korelasi antara calon presiden dengan partai. Belum nampak itu ya menurut saya, ujar dia.
Ditambah lagi survei yang masih terlalu dini, sehingga masih banyak kemungkinan-kemungkinan yang berkembang. Sehingga menurut dia, hasil survei hari ini dengan tiga atau lima bulan ke depan bisa saja berbeda.
Jadi antara hasil survei hari ini dengan dua sampai lima bulan ke depan kemungkinan berbeda. Sehingga tidak menunjukkan apa yang nanti akan terjadi pada 2019, katanya.
Kemungkinan tambahnya, apabila survei dilakukan sekitar tujuh bulan sebelum Pilpres 2019 kemungkinan besar dapat dilihat konsistensinya. Kalau sekitar tujuh bulan sebelum Pilpres itu baru terlihat konsistensinya. "Jadi yang ini saya kira masih terus mengalami perkembangan," ujarnya.