Sabtu 14 Oct 2017 08:31 WIB

Gatot Nurmantyo-Sri Mulyani Tarik Simpati

Rep: Debbie Sutrismo, Kabul Astuti/ Red: Elba Damhuri
FESTIVAL FILM NUSANTARA. Panglima TNI Gatot Nurmayanto (ketiga kanan) memberikan sambutan pada malam penganugerahaan Festival Film Nusantara di Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (10/10).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
FESTIVAL FILM NUSANTARA. Panglima TNI Gatot Nurmayanto (ketiga kanan) memberikan sambutan pada malam penganugerahaan Festival Film Nusantara di Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (10/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Lembaga Survei Indonesia (LSI) Dodi Ambardi menilai, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo lebih berpeluang besar mendampingi Joko Widodo dibandingkan Sri Mulyani. Dodi mengatakan, apa yang ditunjukkan Gatot menarik simpati masyarakat Muslim Indonesia untuk menjadikannya seorang pemimpin negara.

Terlebih, terdapat beberapa kalangan Muslim yang mulai tidak suka cara kepemimpinan Jokowi saat ini. Hal ini juga karena persoalan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Ormas yang dianggap mengekang kebebasan ormas Islam. "Kelompok Muslim saat ini merasa belum terwakili. Dan Gatot bisa masuk di situ," kata Dodi, Jumat (13/10).

Meski demikian, Dodi menilai, Gatot belum tentu bisa bekerja sama dengan Jokowi jika keduanya duduk sebagai presiden dan wakil presiden. Sejumlah pernyataan Jokowi yang sempat menyinggung kinerja TNI maupun Polri, memperlihatkan adanya intrik antara Jokowi dan Gatot.

Di sisi lain, potensi Gatot untuk memobilisasi massa juga belum terukur. Terlebih, ketika masuk masa pendaftaran pilpres, Gatot sudah pensiun dari dunia militer. Hal ini sedikit mempersulit Gatot mengerahkan massa untuk menunjang elektabilitas Jokowi sebagai calon presiden.

Calon potensial lain, Sri Mulyani, dianggap memiliki kapabilitas sebagai seorang profesional. Dodi menilai, kemungkinan Sri Mulyani lebih kecil untuk menjadi cawapres Jokowi. Meskipun, Sri Mulyani punya pemikiran bagus dan sempat dipercaya di salah satu lembaga internasional.

Namun, menteri keuangan ini belum memiliki massa yang lebih banyak dibandingkan Gatot. Dia hanya memiliki nama dikalangan profesional lain dan orang-orang intelektual serta terpelajar. Sedangkan untuk masyarakat Muslim yang menjadi mayoritas, namanya belum terlalu dikenal luas.

"Ini tinggal bagaimana Jokowi memperhitungkan dan melihat kriteria apa yang cocok untuk dia ambil," ujar Dodi.

Dodi menambahkan, ada minimal tiga kriteria yang harus dimiliki calon wakil presiden yang akan diduetkan mendampingi Jokowi. Kriteria yang harus dimiliki tersebut adalah profesionalitas, bisa bekerja sama, dan memiliki suara muslim. \"Ini yang harus bisa dicari. Memang ada beberapa nama yang cocok mendampingi, tapi belum semua memiliki kriteria tersebut,\" kata dia.

Dari survei lembaga Indikator Politik Indonesia, nama Gatot Nurmantyo dan Sri Mulyani menjadi yang teratas untuk mendampingi Jokowi. Dua nama itu menyisihkan nama Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Gatot menjadi calon terkuat mendampingi Jokowi di pilpres 2019. Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengungkapkan, dari sisi basis massa dan ideologi politik, Jokowi dan Gatot bersifat komplementer.

"Dari sisi kalkulasi baik elite maupun politik aliran, maupun dari sisi massa sebenarnya Gatot paling punya sumbangan secara elektoral jika bergabung dengan Jokowi. Karena komplementer," kata Burhanuddin.

Burhan memaparkan, pendukung Gatot Nurmantyo rata-rata masih muda, Islam modernis, dan cukup kuat basisnya di Sumatra dan Jawa Barat. Kebetulan, Jokowi lemah di Sumatra. Basis massa Jokowi relatif berbeda dengan basis massa yang memilih Gatot Nurmantyo. Ada banyak irisan yang membuat kedua sosok ini bisa menjadi pasangan yang saling melengkapi.

"Makanya itu menjelaskan mengapa Gatot sejauh ini ya masih aman-aman saja meskipun banyak komentarnya yang oleh elite pendukung Jokowi dianggap offside. Tapi dia masih aman-aman saja. Mungkin Jokowi merasa Gatot bisa menjadi pelengkap di 2019 nanti," kata Burhan.

Namun, tidak menutup kemungkinan, Gatot Nurmantyo juga dapat digandeng oleh Prabowo. Burhan menilai, skenario ini bisa saja terjadi, meski secara kalkulasinya agak sulit. Gatot dan Prabowo punya segmentasi yang sama sehingga tidak bersifat komplementer. Keduanya sama-sama menyasar Islam modernis.

Keduanya juga sama-sama berlatar belakang militer dan sama-sama berasal dari Jawa Tengah. Prabowo dari Banyumas, sementara Gatot Nurmantyo dari Tegal. "Jadi ada banyak kesamaan, meskipun lagi-alih dalam politik nggak ada kemustahilan. Artinya bisa saja terjadi," ujar Burhan.

Gatot justru dinilai dapat membahayakan elektabilitas Prabowo. Karakteristik pemilih Gatot lebih dekat ke karakteristik pemilih Prabowo, ketimbang pemilih Jokowi. Pendukung Gatot banyak berasal dari Sumatra dan Jawa Barat, wilayah-wilayah yang secara elektoral itu pada 2014 mendukung Prabowo. (Tulisan ini diolah oleh Agus Raharjo).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement