REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Perilaku sebagian masyarakat Kabupaten Semarang untuk mendukung capaian 'nol persen' Open Defecation Free (ODF) di daerahnya masih rendah. Perilaku ini justru jamak ditemukan di permukiman perkotaan, khususnya yang dekat dengan aliran sungai.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Semarang, Ani Raharjo mengakui, hingga tahun 2017 ini, Kabupaten Semarang masih belum 'bebas' ODF. Wilayah Kabupaten Semarang yang sudah bebas ODF baru 94,14 persen.
Dinkes Kabupaten Semarang terus berupaya mendorong di daerahnya tidak ada lagi individu- individu yang buang air besar sembarangan (BABS). “Target kami, tahun 2018 nanti Kabupaten Semarang sudah bebas ODF,” jelasnya, di Ungaran, Jumat (13/10).
Terkait dengan upaya ini, Ani menegaskan perilaku masyarakat sangat penting guna mendukung Kabupaten Semarang sebagai daerah yang bebas ODF. Sebab --hingga saat ini-- masih saja ditemukan perilaku sebagian warga di lingkungan perkotaan yang belum menyadari pentingnya kesehataan berbasis lingkungan.
Salah satunya dipengaruhi oleh keterbatasan lahan yang ada di perkotaan. Terutama di kawasan permukiman padat penduduk yang bangunan rumah satu dengan rumah yang lainnya sudah saling berdesakan.
Sehingga tak ada lagi lahan yang cukup untuk membuat jamban. “Yang terjadi, sebagian masyarakat ini masih melanggengkan kebiasaan BABS dan biasanya cukup memanfaatkan aliran sungai yang ada di lingkungan mereka.
Di pihak lain, masih jelas Ani, walaupun sudah ada Jamban, ternyata juga ada sebagian warga yang tak memanfaatkannya dengan alasan tidak terbiasa BAB di jamban dan lebih memilih melakukannya di sungai.
Di luar perilaku masyarakat, faktor lain yang menyebabkan ODF adalah kemampuan ekonomi sebagian masyarakat. Sebetulnya mereka sudah sadar untuk tak lagi melakukan ODF, namun karena tak memiliki biaya untuk membangun jamban mereka masih melakuka BABS.
Ani menambahkan, Kabupaten Semarang saat ini masih dalam tahap akses untuk tidak BABS. Sebab mereka yang belum punya masih bisa menggunakan jamban milik tetangga atau jamban di rumah saudaranya.
“Namun ke depan juga harus mencapai tahapan kepemilikan jamban jika Kabupaten Semarang telah bebas ODF 100 persen,” tandasnya.
Perihal perilaku sebagian masyarakat yang masih rendah dalam mendukung Kabupaten Semarang bebas ODF diamini oleh Kabid Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Dinkes Kabupaten Semarang, Daddi Darmadi.
Kasus lain yang ditemukan, jelasnya, adalah masyarakat yang tinggal di lingkungan perkotaan yang telah memiliki jamban. Hanya saja pembuangan akhirnya tidak masuk ke dalam septic tank melainkan masuk ke dalam badan sungai.
Alasannya, mereka tidak memiliki lahan yang cukup untuk membuat septic tank. “Perilaku seperti ini masih dalam kategori BABS dan ini juga masih banyak ditemukan di perkotaan,” ujarnya.