REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sejumlah anggota Komisi VIII DPR RI meminta PT First Anugerah Karya Wisata alias First Travel jangan dipailitkan. Permintaan ini mengemuka dalam pertemuan antara jamaah First Travel dengan Komisi VIII DPR
"Kita sudah sampaikan jangan sampai perusahaan dipailitkan. Karena kalau perusahan dipailitkan yang rugi adalah jamaah," kata Wakil Ketua Komisi VIII DPR Noor Achmad di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Kamis (12/10).
Menurut dia, jika First Travel dinyatakan pailit otomatis perusahaan tersebut juga tidak bisa mengembalikan uang jamaah korban yang belum diberangkatkan ke Tanah Suci. Hal ini juga mengakomodasi kecurigaan sejumlah jamaah, bahwa seluruh aset kekayaan First Travel yang dikumpulkan saat ini belum semuanya.
"Uang ini belum ketemu seluruhnya dan uang ini masih ditaruh di tempat-tempat tertentu, sehingga kalau dipailitkan jamaah curiga mengapa dipailitkan,” kata dia.
Sebelumnya, dalam sidang pada Kamis (6/10), majelis hakim Pengadilan Niaga mengabulkan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) PT First Anugerah Karya Wisata alias First Travel. Masa penundaan PKPU First Travel resmi diperpanjang selama 30 hari. Waktu 30 hari ini merupakan waktu maksimal yang diberikan para kreditur.
Noor melanjutkan, jamaah juga curiga sejumlah aset kekayaan bos First Travel masih tersimpan di tempat-tempat tertentu. Sehingga, jika dipailitkan justru memunculkan pertanyaan, apakah memang ada pihak yang menginginkan First Travel pailit?
Dalam rapat dengar pendapat umum dengan korban tersebut, kata dia, DPR juga meminta Badan Reserse Kriminal Polri mengusut tuntas persoalan tersebut. Termasuk mencari seluruh aset kekayaan First Travel.
"Karena belum ketemu itu seluruhnya kekayaan oleh kepolisian. Kalau ketemu semuanya baru bisa kita bicarakan lebih lanjut," ujarnya.
Selain itu, Komisi VIII DPR menurutnya juga meminta agar PPATK menelusuri betul-betul transaksi keluar masuknnya uang jamaah dan bos-bos First Travel. Begitu pun, Bank Indonesia juga bisa ikut bertanggung jawab untuk memberikan informasi mengenai keuangan dari First Travel.
Terutama Kementerian Agama, Noor menekankan agar ikut bertanggung jawab dalam menyelesaikan persoalan tersebut. "Ada satu usulan dari jamaah, untuk diambil alih oleh pemerintah, tapi nanti kita bicarakan tentu dengan tuntas persoalannya," katanya
Selain itu, sesuai dengan permintaan jamaah juga Komisi VIII DPR akan melakukan pertemuan khusus dengan OJK, BI, PPATK, kepolisian, dan Kementerian Agama. Bahkan kalau perlu dimungkinkan dengan KPK mengingat ada kecurigaan beberapa pihak-pihak tertentu yang ada di belakang First Travel.
Wakil Ketua Komisi VIII Sodik Mudjahid mencurigai putusan kepailitan terhadap First Travel. Jika putusan kepailitan ini hanya rekayasa, kata Sodik, jamaah korban First Travel dapat mengadukannya ke Bareskrim.
"Nanti akan kita periksa mengapa itu terjadi dan tentu harus direvisi jika faktanya kepailitan itu adalah rekayasa,” kata dia.
Sodik menyatakan, upaya-upaya merekayasa kepailitan ini perlu diselidiki. Komisi VIII akan meminta penjelasan kepada Bareskrim Polri tentang beberapa temuan yang dirasa janggal. Komisi VIII juga akan melanjutkan masalah penelusuran dana PT First Travel dalam pertemuan dengan Bareskrim dan PPATK.
Jangan sampai, kata Sodik, ada upaya begitu karena informasi yang masuk kepada kita semua ada yang aneh. Uangnya ada sekian triliun, tapi hanya ada Rp 1 juta. Padahal, kata dia, katanya ada rumah di London, ada bisnis.
Kuasa hukum korban First Travel Rizki Rahmadiansyah mengungkapkan, kedatangan mereka ke Komisi VIII DPR untuk mencari alternatif penyelesaian masalah kasus itu.
Menurut dia, para korban meminta setidaknya korban dapat diberangkatkan dengan penjadwalan ulang atau pengembalian uang kepada jamaah.
Pihaknya, lanjut Rizki, juga meminta pertanggungjawaban Kementerian Agama selaku pemberi izin operasi untuk First Travel. Ia juga menyayangkan sikap Kementerian Agama yang justru menyalahkan para korban memilih First Travel sebagai biro perjalanan mereka.
Kepolisian saat ini telah menyita sejumlah aset milik First Travel. Namun, hasil sitaan ini tidak bisa langsung dibagikan kepada nasabah. Pasalnya, aset tersebut harus diserahkan ke pengadilan untuk dijadikan sebagai barang bukti.
"Kalau aset yang disita, tidak bisa dikembalikan. Karena barang bukti harus diserahkan ke JPU," ujar Kabagpenum Divhumas Polri Martinus Sitompul.
Sejumlah aset First Travel yang telah disita polisi yakni berupa rumah hingga kendaraan mewah. Terdapat pula 11 aset yang telah dijual atau dipindah tangan.
Selain kendaraan, aset tak bergerak yang turut disita yakni sebuah rumah mewah di Komplek Sentul City, Bogor, sebuah rumah di Kebagusan Pasar Minggu dan rumah kontrakan di Cilandak, Jakarta Selatan.
(Tulisan ini diolah oleh Nashih Nashrullah).