Jumat 13 Oct 2017 04:35 WIB

Melesatkan Budaya Baca di Kalangan Siswa

Arbaiyah Satriani, Dosen Fikom Unisba
Foto: dok. Pribadi
Arbaiyah Satriani, Dosen Fikom Unisba

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Arba’iyah Satriani *)

Minat membaca orang Indonesia masih sangat rendah. Menurut Kompas.com (29/8/2017), studi "Most Littered Nation In the World" yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016, menunjukkan Indonesia menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara dalam hal minat membaca. Indonesia berada di bawah Thailand (59) dan di atas Botswana (61). Padahal, dari segi infrastuktur yang mendukung kegiatan membaca, peringkat Indonesia berada di atas negara-negara Eropa. Indonesia berada di urutan 34 untuk penilaian dari komponen infrastruktur, berada di atas Jerman, Portugal, Selaindia Baru dan Korea Selatan.  

Hal tersebut menunjukkan bahwa sebenarnya Indonesia tidak kekurangan infrastruktur dalam pelaksanaan kegiatan membaca. Atau dengan kata lain, orang Indonesia masih sangat rendah dalam pemanfaatan infrastruktur yang mendukung kegiatan literasi media termasuk di dalamnya budaya membaca.

Membaca adalah kegiatan aktif yang harus dipacu sehingga menjadi sebuah kebiasaan. Pembiasaan inilah yang masih menjadi masalah bagi sebagian orang Indonesia. Karena itu, kita tidak bisa berharap bahwa anak-anak di sekolah dasar, khususnya, akan memiliki minat baca yang tinggi. Perlu upaya dan usaha yang besar serta massif untuk meningkatkan minat baca di kalangan anak usia sekolah dasar.

Contoh

Salah satu cara mengajar anak adalah memberi contoh. Seringkali anak-anak hanya meniru begitu saja yang dilakukan orang dewasa. Di sisi lain, kata-kata yang banyak, nasehat yang panjang jika tidak disertai bukti nyata tindakan dari yang memberikan nasehat, lebih sering menjadi sia-sia. Misalnya, kita menasehati anak untuk tidak membuang sampah sembarangan namun, kita tidak pernah memperlihatkan perilaku yang sama. Kita membuang sampah di mana saja. Akibatnya, mungkin sulit bagi kita untuk membuat mereka membuang sampah di tempatnya. Sebaliknya, jika kita membuang sampah di tempat sampah dan anak-anak melihat tindakan tersebut maka tanpa perlu mengatakan apapun, mereka biasanya akan meniru tindakan kita. Karena anak-anak tersebut meniru tindakan yang mereka lihat.

Begitu pula dengan kegiatan membaca. Anak-anak harus dibiasakan untuk membaca buku sejak dini. Namun, kegiatan ini, tidak bisa dilakukan hanya dengan nasehat semata. Mereka perlu mendapat contoh dari orang dewasa di sekelilingnya – orang tua dan guru – mengenai kegiatan tersebut. Jika sejak dini, orang tua menunjukkan minat membaca yang tinggi maka dengan sendirinya anak-anak pun akan mengikuti. Di sekolah, para guru juga harus memberikan contoh kegiatan membaca. Dengan begitu, anak berada di dalam lingkungan yang membuat mereka terpacu untuk membaca.

Seperti hasil survei yang diungkapkan di atas, untuk fasilitas dan infrastruktur kita tidak kekurangan. Justru pemanfaatannya yang kurang. Hal ini dikarenakan belum ditumbuhkannya minat membaca sejak dini. Belum dicontohkannya kegiatan membaca sejak dini oleh para orang tua maupun guru.

Jika menilik kegiatan di sekolah dasar di Korea Selatan, seperti diungkapkan Ibu Guru Enik Chairul Umah dari SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo seperti dikutip dari  https://www.academia.edu/23919769/BUDAYA_MEMBACA_SISWA_SEKOLAH_DASAR_DI_KOREA_SELATAN_Oleh-oleh_dari_Korea , kita bisa melihat upaya para guru untuk menumbuhkan minat baca di kalangan murid-muridnya. Padahal, jika melihat peringkat infrastruktur di Korea Selatan lebih rendah dibandingkan di Indonesia. Namun kegiatan membaca di sana patut ditiru.

Di Korea, para siswa tiba di sekolah 30 menit sebelum pelajaran dimulai. Saat tiba di kelas, para siswa itu harus membaca buku yang disukainya. Kegiatan membaca ini juga dilakukan oleh para guru di dalam kelas. Jadi, saat bersamaan, para guru dan siswa melakukan kegiatan membaca bersama-sama. Setelah waktu membaca habis, dilakukan diskusi mengenai buku yang mereka baca. Di akhir sesi, siswa juga diminta menuliskan semacam kesimpulan yang dibacanya dengan kalimat pendek dan gambar. Tugas ini diberikan kepada siswa tergantung kelasnya. Untuk siswa kelas 1-3 berbeda dengan tugas untuk siswa kelas di atasnya.

Jika kegiatan seperti ini bisa dilakukan di sekolah-sekolah kita, kemungkinan minat baca di Indonesia bisa meningkat. Tak hanya itu, kegiatan ini juga akan mendekatkan anak-anak dengan dunia buku. Mereka akan memahami bahwa melalui buku mereka dapat ‘melihat’ dunia persis seperti pepatah yang menyatakan buku adalah jendela dunia. Kegiatan membaca di kelas ini juga diharapkan bisa mengurangi kegemaran anak-anak dengan gadget. Setidaknya, mereka diperkenalkan dengan pilihan atau alternatif lain selain berselancar dan bermain di dunia maya.

Komunitas baca

Kegiatan lain yang dapat dilakukan untuk meningkatkan minat baca anak-anak, khususnya siswa sekolah dasar adalah mendekatkan siswa dengan perpustakaan. Selama ini, perpustakaan menjadi tempat yang seolah “asing” bagi anak-anak. Mengapa sekolah tidak mengadakan kegiatan bersama dengan perpustakaan untuk menciptakan komunitas baca? Kegiatannya bisa diadakan secara rutin, dua kali dalam satu bulan misalnya. Kepada siswa-siswi yang berminat ikut kegiatan tersebut, bisa dibantu dengan fasilitas yang memudahkan mencapai perpustakaan. Karena di beberapa tempat, lokasi perpustakaan memang kurang strategis dan sulit dijangkau kendaraan umum.

Untuk kegiatan tersebut, komite sekolah yang berisi orangtua murid dapat diberdayakan. Pihak perpustakaan bisa melakukan pendekatan kepada pengurus komite sekolah tentang pentingnya menumbuhkan budaya membaca di kalangan anak-anak. Jika orang tua memahami hal ini, tentu lebih mudah untuk mengorganisasikan komunitas baca ini. Jika perpustakaan kekurangan sumber daya untuk melakukan pendekatan ke berbagai sekolah, maka para guru atau kepala sekolah dapat mengimbau komite sekolah untuk aktif mendatangi perpustakaan. Dalam hal ini pihak sekolah bertindak sebagai fasilitator untuk kemudian diaktifkan oleh komite sekolah.

Komunitas baca juga bisa dibangun di rumah oleh para orangtua yang peduli. Dengan mengumpulkan buku dari berbagai sumber, kegiatan komunitas baca dapat dimulai dari garasi rumah atau ruang tamu. Anak-anak diajak untuk membiasakan diri membaca buku dan kemudian menceritakan kembali isi buku tersebut dengan cara menuliskannya. Dengan demikian, tak hanya kemampuan membaca saja yang meningkat tetapi juga kemampuan menulis. Bagaimanapun di masa depan, kemampuan menulis menjadi penting karena karya-karya besar ditulis sehingga generasi mendatang dapat tetap menikmatinya.

Membacakan buku

Bagaimana dengan peran orangtua di rumah? Tentu saja ada banyak peran orangtua di rumah yang bisa dilakukan. Di antaranya, mencontohkan kepada anak-anak bahwa orangtua juga gemar membaca. Baik membaca koran, majalah atau buku. Dengan melihat orangtuanya membaca setiap hari, mau tak mau anak-anak akan terbiasa dan akan menirunya.

Selain itu, membacakan buku kepada anak-anak juga sangat dianjurkan. Seperti yang diungkapkan Jim Trelease, pendidik dan penulis buku asal Amerika, sampai level sekolah menengah atas, anak-anak masih perlu dibacakan buku oleh orangtuanya. Hal tersebut sangat membantu perkembangan otak dan kecerdasan mereka. Dikatakan Trelease, di sekolah anak-anak membaca karena kewajiban. Mereka membaca untuk keperluan sekolah mereka. Padahal, ia melanjutkan, ada banyak bacaan yang bisa membuat anak-anak tertawa, terkejut atau justru ketakutan. Inilah sebabnya hingga duduk di bangku sekolah menengah, anak-anak tetap harus diingatkan untuk senantiasa membaca. Ini menjadi tugas orangtua.

Memang tidak mudah melakukan hal tersebut apalagi di era digital seperti saat ini. Namun, kecerdasan anak dipengaruhi oleh keahliannya dalam membaca. Jika kita sebagai orangtua ingin anak kita cerdas, maka salah satu cara yang harus dilakukan adalah dengan membiasakan mereka membaca sejak awal dan terus mengawalnya hingga mereka menjelang dewasa.

*) Dosen Fikom, Universitas Islam Bandung

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement