REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) menyebut Kedutaan Besar Indonesia di Belanda mencabut penghargaan pada Dwi Hartanto. Dwi Hartanto didaulat penghargaan karena dianggap sebagai 'next Habibie'.
“Kedutaan Indonesia di Belanda mencabut kembali penghargaan yang diberikan,” kata Dirjen Sumber Daya Iptek Dikti Kemristekdikti Ali Ghufron Mukti di Kantor Kemristekdikti, Senayan, Jakarta, Selasa (10/10).
Ia mengatakan, Dwi Hartanto menerima penghargaan dari Kedutaan Besar Indonesia di Belanda karena berbagai sumber menyebutnya sebagai 'next Habibie' atau Bacharuddin Jusuf Habibie berikutnya. Ia menyebut saat ini Indonesia sulit menemukan orang setingkat Presiden ketiga RI Habibie.
“Lalu ada (kabar) lahir baru the next Habibie dan Kedubes Indonesia (di Belanda) kita memberikan penghargaan,” ujar dia.
Ghufron menegaskan Dwi Hartanto masih jauh dari kriteria the next Habibie. Menurutnya, Dwi Hartanto orang Indonesia haus dengan mimpi berprestasi teknologi dunia.
Dwi Hartanto juga merupakan peserta Visiting World Class Professor (WCP) 2016. Ghufron mengatakan Dwi Hartanto memenuhi persyaratan sebagai peserta WCP. Alasannya, latar belakang Dwi Hartanto yang beredar memenuhi persyaratan sebagai peserta WPC.
"Ya seperti dia tampil di Mata Najwa, itu betul, tapi pengakuannya yang fiktif,” jelasnya.
Ghufron mengatakan panitia WPC memeriksa curriculum vitae atau riwayat hidup calon peserta WPC dari berbagai sumber satu per satu. Peserta Visiting World Class Professor 2016 Dwi Hartanto menyampaikan surat permintaan maaf pada Kemenristekdikti tertanggal 7 Oktober 2017. Surat itu berisi klarifikasi dan permohonan maaf ihwal informasi kompetensi dan latar belakang yang tidak benar pada publik.
“Saya mengakui bahwa kesalahan ini terjadi karena kekhilafan saya dalam memberikan informasi yang tidak benar,” kata Dwi Hartanto.
Salah satu pengakuannya, yakni, Dwi Hartanto bukanlah seorang doktor ataupun assistant professor bidang kedirgantaraan seperti roket dan pesawat tempur. Ia hanya mahasiswa doktoral Technische Universiteit Delft (TU Delft) di Belanda.
Pengakuannya sebagai assistant professor itu menjadikan Dwi Hartanto disorot berbagai kalangan. Bahkan, salah satu stasiun televisi nasional mengundangnya karena prestasi yang diakui Dwi Hartanto.