Rabu 11 Oct 2017 08:14 WIB

Soal Reklamasi, KNTI: Harusnya DPRD Tolak Permintaan Djarot

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Bayu Hermawan
Foto udara pulau hasil reklamasi di Teluk Jakarta
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Foto udara pulau hasil reklamasi di Teluk Jakarta

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Surat keputusan Menteri Lingkungan Hidup (SK LHK) soal pulau reklamasi dianggap menunjukkan lemahnya kedudukan pemerintah di depan perusahaan pengembang. Secara politis, Gubernur DKI Jakarta Djarot Syaiful Hidayat pun dinilai seharusnya menghormati gubernur terpilih.

"Gubernur Djarot seharusnya menghormati gubernur terpilih yang memiliki janji untuk menghentikan reklamasi," ujar Ketua DPP Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Marthin Hadiwinata kepada Republika melalui keterangan tertulisnya, Selasa (10/10).

Marthin menegaskan, sebaiknya Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTR KS Pantura Jakarta) dan Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) tidak dipaksakan untuk dilanjutkan. Sebab jika dipaksakan, maka DPRD DKI Jakarta hanya akan menambah masalah bagi pemerintah baru.

"Sehingga, sudah seharusnya DPRD DKI Jakarta menolak permintaan dari Gubernur Djarot," katanya.

Ia menyebutkan, terkait dengan SK Menteri LHK No. 499/Menlhk/Setjen/Kum.9/9/2017 dan No. 537/Menlhk/Setjen/Kum.9/10/2017, kedua SK itu menunjukkan lemahnya kedudukan pemerintah di depan perusahaan pengembang yang menurutnya rakus. Sejak awal, pihak Marthin sudah meminta adanya pencabutan Izin Lingkungan semua proyek reklamasi di Teluk Jakarta.

"Karena jelas banyak permasalahan. Mulai dari tiadanya dasar hukum perencanaan RZWP3K hingga pembuatan AMDAL yang diduga tidak partisipatif, tidak valid, dan cacat substansif karena bertentangan dengan tata ruang," ujarnya.

Menurutnya, AMDAL tersebut merupakan AMDAL bodong. Marthin melanjutkan, SK Menteri LHK itu juga tidak dilakukan dengan keterbukaan informasi dan dengan pelibatan masyarakat. Hal itu, kata dia, sangat berbeda dengan proses terbitnya sanksi administrasi di mana perwakilan nelayan dari Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta terlibat dalam inspeksi.

"Di sisi lain, koalisi telah mengajukan permohonan keterbukaan informasi atas pemenuhan kewajiban pengembang atas sanksi administrasi yang dijatuhkan. Namun, hingga saat ini tidak dipenuhi oleh Kementerian LHK," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement