REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Maraknya kasus hakim bermasalah yang terkena operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi perhatian dari para advokat yang tergabung dalam Ikadin (Ikatan Advokat Indonesia) cabang Palembang.
Dalam jumpa dengan wartawan, Selasa (10/10), Ketua Ikadin Palembang AntoniToha yang didampingi Wakil Ketua Eddy Siswanto, Sekretaris Azwar Agus dan Bendahara Purwata Adi Nugraha menyampaikan pernyataan sikap Dewan Pengurus Cabang (DPC) Ikadin Palembang, mendesak Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia mundur secara terhormat dari jabatannya.
"Kami berpandangan untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat sekaligus mengembalikan kehormatan lembaga peradilan di Indonesia maka Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesaia dapat menunjukkan sikap ksatrianya dan bertangungjawab dengan cara mundur secara terhormat dari jabatannya," kata Antoni Toha yang membaca lembar pernyataan sikap DPC Ikadin Palembang.
Antoni Toha menjelaskan, masih tersimpan dalam ingatan bersama ada kasus suap yang melibatkan Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bengkulu, kemudian yang terbaru Ketua Pengadilan Tinggi Sulawsi Utara di Manado juga tertangkap OTT oleh KPK dan ditetapkan sebagai tersangka.
"Bilamana ada hakim di Pengadilan Negeri melakukan kesalahan, maka Ketua Pengadilan Negeri harus bertanggung jawab. Bilamana Ketua Pengadilan Negeri bersalah, maka Ketua Pengadilan Tinggi harus bertanggung jawab selanjutnya bilamana Ketua Pengadilan Tinggi bersalah, maka Ketua Mahkamah Agung yang harus bertanggung jawab," ujar Ketua DPC Ikadin Palembang.
Menurut Antoni, sikap bertanggung jawab tersebut diperkuat Ketua Mahkamah Agung sendiri dalam maklumat No. Ol/Maklumat/KMA/IX/20l7 tanggal 11 September 2017 yang isinya, Mahkamah Agung akan memberhentikan pimpinan Mahkamah Agung atau pimpinan Badan Peradilan di bawahnya secara berjenjang bilamana ditemukan bukti bahwa proses pengawasan dan pembinanaan oleh pimpinan tidak dilaksanakan secara berkala dan berkesinambungan.
Ketua DPC Ikadin Palembang mengingatkan, selama lembaga peradilan di Indonesia belum dibenahi, maka pertanyaan yang sama akan muncul dari kita semua terutama dari para pencari keadilan, Quo Vadis Keadilan?