REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan menjadi tuan rumah pertemuan negara-negara anggota Komisi Konservasi Tuna Sirip Biru Selatan ke-24 yang diselenggarakan di Yogyakarta 9-12 Oktober 2017. Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan Reza Shah Pahlevi mengatakan pertemuan ini sangat penting bagi Indonesia karena akan membahas bersama mengenai bagaimana menjamin keberlanjutan pengelolaan tuna, khususnya ikan tuna sirip biru.
Pertemuan 'The 24th Annual Meeting of The Commission for the Conservation of Southern Bluefin Tuna (CCSBT)' diikuti delapan negara anggota Komisi Konservasi Tuna Sirip Biru Selatan (CCSBT) yakni Australia, Uni Eropa, Taiwan, Indonesia, Jepang, Korea Selatan, Selandia Baru, dan Afrika Selatan, dan satu negara bukan anggota penuh yakni Filipina.
Menurut Reza, Indonesia memiliki posisi penting dalam menjamin pengelolaan perikanan tuna dunia. Posisi geografis Indonesia yang strategis dan berbatasan langsung dengan dua samudera di dunia yang kaya akan sumber daya tuna, yaitu Samudera Pasifik dan Samudera Hindia telah menempatkan Indonesia sebagai salah satu produsen tuna terbesar di dunia.
Berdasarkan data dari Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) pada 2016, Indonesia menyumbang hampir 16 persen dari total produksi global ikan tuna atau sekitar 1,1 juta ton dari total 7,7 juta metrik ton tuna dari seluruh jenis spesies ikan tuna yang ditangkap di seluruh dunia.
Sementara itu, khusus untuk tuna sirip biru selatan yang selama ini terkenal memiliki nilai jual tinggi, nilai ekspor yang berhasil diperoleh Indonesia dari ikan tuna itu baik dalam bentuk segar maupun olahan bisa mencapai Rp 650 miliar per tahun.
"Hasil tangkapan tuna sirip biru di Indonesia rata-rata mencapai 935 ton per tahun," kata dia.
Menurut Chair of Annual Meeting CCSBT, Indra Jaya mengatakan dalam pertemuan itu isu mendasar yang dibahas terkait dengan kepentingan nasional di antaranya mengenai pemanfaatan kuota tuna sirip biru selatan untuk Indonesia yang pada 2017 ditentukan 750 ton.
"Berkaitan dengan kepentingan nasional yakni mengenai sejauh mana Indonesia mampu memanfaatkan kuota penangkapan ikan tuna sirip biru yang telah ditentukan negara-negara anggota CCSBT," kata dia.
Indra mengatakan untuk menjaga keberlanjutannya, penangkapan tuna sirip biru selatan memang dibatasi untuk masing-masing negara karena jumlahnya yang amat terbatas dibandingkan spesies tuna lainnya. "Data sementara per September 2017 hasil tangkapan tuna sirip biru selatan di Indonesia mencapai 288 ton atau masih jauh dari kuota," kata dia.