REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guna mendukung upaya penyelamatan Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus sp.), Badan Litbang dan Inovasi (BLI) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) membangun Pusat Penelitian Orangutan/PPO (Orangutan Reseacrh Center) di Samboja, Kalimantan Timur.
PPO yang dibangun di awal tahun 2017, merupakan hasil kerja sama antara Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi KSDA (BLI KLHK), Balai KSDA Kalimantan Timur (Ditjen KSDAE), dan Yayasan Jejak Pulang. Kepala Balitek KSDA, Ahmad Gadang Pamungkas, menyampaikan bahwa, PPO tidak hanya sebagai pusat penyelamatan, namun juga sebagai penyedia kajian IPTEK terkait rehabilitasi dan reintroduksi, sehingga dapat diperoleh metode rehabilitasi dan pelepasliaran yang tepat.
Gadang menilai banyaknya Orangutan yang masuk pusat rehabilitasi dan reintroduksi, menunjukkan belum optimalnya upaya mengurangi konflik Orangutan. Seperti pembangunan koridor satwa, kawasan ekosistem esensial dan pusat penyelamatan Orangutan.
"Masih terdapat kelemahan dalam pusat rehabilitasi, dan hal ini mempengaruhi keberhasilan pascapelepasliaran dan berimplikasi pada hasil penelitian," ujar Gadang dalam acara Press Tour Pusat Penelitian Orangutan di Samboja, beberapa waktu lalu.
Inisiasi penelitian Orangutan di PPO dilatarbelakangi oleh kondisi normal Orangutan, yang akan mendampingi anaknya sampai usia kurang lebih 8 tahun. Pada masa-masa penting tersebut, anak Orangutan akan diajarkan cara-cara mengenali pakan (apa, dimana, dan kapan), memproses pakan, serta mengenali bahaya.
Gadang juga menjelaskan bahwa, metode pengasuhan masih digunakan dalam penelitian ini, sedangkan observasi lebih lanjut dilakukan dalam bentuk sekolah dan akademi hutan, populasi paska pelepasliaran, kelayakan area pelpasliaran, dan penyebaran penyakit.
PPO secara teknis dikelola oleh Balitek KSDA Samboja, dan berlokasi di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Samboja Km. 6, Kabupaten Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur. Saat ini, terdapat enam individu Orangutan di Pusat ini, yang dinamakan Robin, Amalia, Eska, Tegar, Cantik, dan Gonda. Keseluruhan orangutan ini merupakan hasil penyerahan masyarakat Kabupaten Kutai Kartanegara dan masih berusia dini (0-8 tahun).
Selain sebagai pusat penelitian, rehabilitasi, dan reintroduksi, PPO juga dikelilingi oleh kawasan yang memiliki berbagai potensi jasa lingkungan, seperti tumbuhan obat, kawasan air terjun, serta kebun benih yang sekaligus menjadi konservasi eksitu untuk beberapa tumbuhan endemik Kalimantan.
"Selain manfaat ekologis kawasan sebagai pengatur tata air, bagi masyarakat, keberadaan PPO juga bermanfaat dalam membuka kesempatan kerja seperti tenaga pengamanan, pengasuh Orangutan, dan penyuplai pakan Orangutan," tutur Gadang seperti dikutip dalam siarann pers dari Biro Humas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jumat (6/10).
Kepala BLI KLHK, Henry Bastaman yang turut hadir di acara ini berharap PPO tidak hanya dapat meningkatkan keberhasilan pascapelepasliaran Orangutan di alam liar. Namun, lebih dari itu dapat berkontribusi dalam penyusunan regulasi, dan kebijakan terkait program rehabilitasi dan reintroduksi Orangutan.
Menurutnya upaya restorasi kawasan hutan yang dilakukan KLHK mulai menunjukkan keberhasilannya. Kondisi ini, katanya, perlu dikembalikan fungsi ekosistemnya, termasuk potensi flora fauna yang hilang, dan pengembalian Orangutan ke habitatnya merupakan salah satu upaya tersebut. "Upaya pengembalian ini tidak mudah, dan perlu cara-cara khusus, dan upaya-upaya yang sinergi serta penelitian agar memperoleh tingkat keberhasilan pascapelepasliaran yang tinggi," ujar Henry.
Acara ini juga dihadiri oleh pembina Yayasan Jejak Pulang Ms. Signe Preuschoft, Sekretaris BLI KLHK, Kapuslithutan BLI KLHK, Kepala BKSDA Kalimantan Timur, Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Kalimantan, para peneliti, dan perwakilan dari Polsek Samboja.