Kamis 05 Oct 2017 20:50 WIB

PKB Setuju Pemberlakuan Perppu Ormas Setelah Direvisi

Politikus PKB sekaligus Wakil Ketua Komisi II DPR Lukman Edy.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Politikus PKB sekaligus Wakil Ketua Komisi II DPR Lukman Edy.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Kebangkitan Bangsa menyetujui pemberlakuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No 2/2017 tentang Organisasi Masyarakat (Perppu Ormas) jika setelah itu segera dilakukan revisi.

"Pemerintah harus ada perjanian dengan kami. Kami terima, setelah itu revisi," kata Wakil Sekretaris Jenderal DPP PKB Lukman Edy, Kamis (5/10).

Menurut dia, hal itu karena dalam perppu tersebut, pemerintah memiliki kewenangan penuh membubarkan ormas tanpa memberi kesempatan pihak terkait untuk menguji pembubaran tersebut. Padahal, lanjutnya, mekanisme pembubaran seharusnya tetap melalui pengadilan meski proses melalui mekanisme itu disebut sejumlah pihak memerlukan waktu yang cenderung lama.

PKB, menurut dia, tetap akan menyiapkan draf revisi UU tersebut, tetapi tidak tertutup kemungkinan perppu itu ditolak jika pemerintah ternyata tidak mau melakukan revisi. Sebagaimana diwartakan, Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan mengatakan dinamika pembahasan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) nomor 2 tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan bisa berubah setiap saat, sehingga dirinya tidak bisa memastikan apakah diterima atau ditolak.

"Saya tidak berani memastikan apakah Perppu disetujui atau tidak, kalau pemerintah sudah berani memutuskan optimis ya itu menjadi hal yang luar biasa karena perkembangan politik setiap saat berubah," kata Taufik di Gedung Nusantara III, Jakarta, Selasa (3/10).

Menurut dia, semua pihak berharap pembahasan Perppu berjalan dengan baik sehingga jangan sampai menimbulkan isu-isu yang membuat masyarakat lelah. Sebelumnya, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang, Jateng, Profesor Suteki, menilai ketentuan pidana dalam Perppu Ormas perlu dikritisi lebih lanjut.

"Dalam Pasal 82A ayat (2) Perppu Ormas ditentukan sanksi pidana penjara seumur hidup atau sanksi pidana minimum berupa pidana penjara minimal lima tahun dan maksimal dua puluh tahun, ini perlu dikritisi," kata Suteki di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Senin (2/10).

Suteki kemudian mempertanyakan ancaman hukuman pidana dalam Perppu Ormas, yang menurut dia tidak sesuai dengan maksud Pasal 28 E UUD 1945 tentang kemerdekaan berserikat, berkumpul, menyatakan pendapat secara lisan maupun tertulis.

sumber : Antara

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement