Kamis 05 Oct 2017 19:20 WIB

Ini Penyebab Tertinggi Perceraian di Bekasi

Rep: Dea A Soraya/ Red: Indira Rezkisari
Perceraian (ilustrasi)
Foto: flickr
Perceraian (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Seorang perempuan terlihat hilir mudik di Pengadilan Agama Kota Bekasi sambil membawa sebuah map di tangan kanannya. Cici Sunarsih (40 tahun), namanya, Cici mengaku tengah mengurus perceraiannya dengan suami yang telah mendampinginya sejak 13 tahun silam. Saat ditanya, Cici mengatakan, salah satu alasannya mengajukan gugatan cerai adalah pertengkaran yang bermula dari media sosial.

"Hari ini saya daftar mengajukan cerai, kalau saya salah satu pengaruhnya dari situ (medsos) khususnya WhatsApp," kata Cici saat ditemui Republika.co.id di Pengadilan Agama Kota Bekasi, Kamis (5/10).

Menurut Cici, media sosial memiliki pengaruh besar yang berdampak bagi pasangan yang telah berumahtangga seperti dirinya. Konten yang tersaji di media sosial, kata dia sangat rawan memancing kecemburuan hingga kesalahpahaman yang berujung pada pertengahan.

"Iya berpengaruh karena sekarang banyak hal yang diunggah di media sosial yang akhirnya menimbulkan pertengkaran," kata dia.

Humas Pengadilan Agama Kota Bekasi Jazilin menjelaskan, berdasarkan data Pengadilan Agama Kota Bekasi, tingkat perceraian di Kota Bekasi, terhitung sejak Januari 2017 hingga Oktober 2017 didominasi karena pertengkaran yang berkelanjutan, dengan besaran presentase 80 persen. Dia juga menjelaskan, terdapat 14 penyebab terjadinya perceraian, dan salah satunya adalah pertengkaran berkelanjutan.

"Angka perceraian terhitung sejak Januari 2017 hingga Oktober 2017 lalu berjumlah sekitar 2.231 kasus, dan 1.862 diantaranya disebabkan pertengkaran," kata Jazilin saat ditemui Republika di Pengadilan Agama Kota Bekasi, Kamis (5/10).

Jazilin menjelaskan, 14 penyebab terjadinya perceraian diantaranya adalah zina, mabuk, madad, judi, salah satu pihak meninggalkan yang lain, dihukum penjara, poligami, KDRT, kawin paksa, suami tidak dapat memenuhi kewajiban, murtad, dan yang terbesar adalah perselisihan yang disebabkan beberapa hal, diantaranya pengaruh medsos. Namun Jazilin mengaku belum mengetahui detail presentase kasus perceraian karena pertengkaran yang disebabkan media sosial.

"Memang penyebab dari perselisihan itu banyak sekali dan belum dirincikan, jadi datanya dibuat general," kata dia.

Menurut Jazilin, kebanyakan penggugat perceraian adalah wanita, atau pihak istri. Usia penggugat, kata dia juga didominasi oleh usia produktif dengan kisaran usia 25 tahun hingga 50 tahun. Dia menambahkan, tingkat perceraian tahun ini juga meningkat dibandingkan tahun sebelumnya.

"Perceraian memang selalu meningkat dari tahun ke tahun, dan penyebab terbesar memang perselisihan," kata Jazilin.

Dalam setiap persidangan, lanjut dia, pihak pengadilan agama selalu menghimbau agar penggugat dan tergugat dapat menyelesaikan masalah secara kekeluargaan dan melakukan mediasi bagi kedua pihak terkait. Namun Jazilin menegaskan, media sosial bukanlah satu-satunya alasan terjadinya pertengkaran yang berujung pada perceraian.

"Medsos itu adalah salah satu penyebab perselisihan, karena banyak alasan lain," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement