Rabu 04 Oct 2017 12:06 WIB

Mahesa Menyesal, Jual Tiga Ekor Sapi Hanya Rp 10 Juta, Duh!

Rep: Amri Amrullah/ Red: Andi Nur Aminah
Mahesa (kedua dari kanan) bersama pengungsi lain di dapur umum Posko Pengungsi Kampung Muslim Gelgel, Semarapura, Klungkung
Foto: Amri Amrullah/Republika
Mahesa (kedua dari kanan) bersama pengungsi lain di dapur umum Posko Pengungsi Kampung Muslim Gelgel, Semarapura, Klungkung

REPUBLIKA.CO.ID, KLUNGKUNG -- Mahesa, salah satu pengungsi Gunung Agung hanya bisa menyesali nasib. Penyesalan itu muncul lantaran dia telah menjual tiga ekor sapi peliharaannya dengan harga yang sangat minim, hanya Rp 10 juta!

Raut wajah sedih tak bisa disembunyikan Mahesa (48) tahun yang saat ini mengungsi di posko pengungsi kampung Muslim Gelgel, Semarapura, Klungkung. Bukan karena sudah 10 hari dia mengungsi karena ketidakjelasan kapan erupsi Gunung Agung. Kesedihannya lantaran menyesal telah tergesa-gesa menjual hewan ternaknya saat awal mengungsi.

Mahesa tinggal di Kelurahan Subagan, Desa Telagamas, Karangasem. Desa Telagamas berada 16 kilometer dari puncak Gunung Agung. Desa ini sebenarnya tidak masuk dalam zona bahaya yang ditetapkan oleh instansi pemerintah, sejauh 12 kilometer. Namun warga desa memilih ikut mengungsi, karena panik sehari setelah Gunung Agung dinaikkan statusnya menjadi Awas pada 23 September lalu.

Kepanikan Mahesa ini didasari oleh berita dan informasi hoax yang sampai ke warga desa Tlagamas. "Katanya lahar sudah keluar, di atas-atas sudah ada yang meleleh, gitu . Jadi warga desa panik," ujar Mahesa menceritakan kembali suasana awal mengungsi.

Saat kepanikan itulah banyak warga yang dengan terpaksa menjual hewan ternaknya dengan harga yang sangat murah. "Saya punya sapi tiga, dan ada yang hamil. Karena panik saya jual semua sapi saya seharga Rp 10 juta," katanya.

Ia mengaku banyak warga yang saat itu tidak bisa berbuat apa-apa dengan hewan ternaknya. Karena saat mulai warga mengungsi belum ada tempat penitipan hewan ternak dari Dinas Peternakan. Kalaupun ada, tempatnya penuh dan juga jauh.

Rata-rata mereka tidak mampu menyewa angkutan untuk ternak. Sedangkan kalau ditinggal, mereka akan kewalahan karena bolak balik posko pengungsian ke desa mereka untuk mencari rumput pakan. "Saat itu mikirnya daripada ditinggal (hewan ternaknya, Red) mati meleleh, ya sudah di jual saja. Tapi harganya jatuh," ungkap Mahesa.

Dia mengakui, memang ada pihak yang sengaja membeli sapi para pengungsi ini. Mereka menawar dengan harga yang sangat murah, satu ekor hanya Rp 3 juta sampai Rp 5 juta. Padahal harga normalnya Rp 15 juta hingga Rp 17 juta. "Kita ya ndak ada pilihan," katanya dengan nada penyesalan.

Bahkan ia mengungkapkan ada salah satu warga desanya yang menjual tujuh ekor sapi dengan harga Rp 20 juta. Ada juga yang menjual kambing dan babinya hanya seharga ratusan ribu. Semua itu tidak lepas dari meyebarnya informasi hoax di awal-awal masyarakat mengungsi. Sehingga wargapun tergesa-gesa menjual hewan dengan harga sangat murah.

Kini setelah lebih dari 10 hari mengungsi, penyesalan selalu dirasakan Mahesa. Karena tiga sapi itulah satu-satunya tabungan untuk keluarganya. "Ya, sekarang menyesal terlanjur jual sapi terlalu murah," tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement