Selasa 03 Oct 2017 20:16 WIB

Wali Kota Yogya: Moratorium Hotel Diperpanjang

Rep: Eric Iskandarsjah/ Red: Fernan Rahadi
Gubernur DIY Sri.Sultan Hamengku Buwono.X didampingi Walikota Yogyakarta Haryadi Suyuti.meninjau kawasan pedestrian sepanjang Malioboro .yang lengang bersih dari.pedagang kaki lima ,Selasa (26/9) .
Foto: Republika/Neni Ridarineni
Gubernur DIY Sri.Sultan Hamengku Buwono.X didampingi Walikota Yogyakarta Haryadi Suyuti.meninjau kawasan pedestrian sepanjang Malioboro .yang lengang bersih dari.pedagang kaki lima ,Selasa (26/9) .

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Wali Kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti, mengatakan pihaknya telah melakukan kajian mengenai keberlanjutan moratorium hotel di Yogyakarta. "Moratorium akan diperpanjang," katanya, Senin (2/10).

Namun, ia belum dapat memastikan perpanjangan moratorium ini nantinya berlaku hingga kapan. Menurutnya, periode perpanjangan moratorium saat ini masih dikaji lebih lanjut. Kajian itu dilakukan berdasar masukan dari berbagai pihak, termasuk Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY.

Ia mengungkapkan dirinya telah menerima masukan dari PHRI yang mengusulkan agar moratorium bisa diperpanjang hingga 2021. "Usulan itu akan kami kaji," katanya.

Sebelumnya, PHRI DIY mengusulkan perpanjang moratorium pembangunan hotel sampai 2021, mengingat tingkat hunian hotel di Kota Yogya masih di bawah 60 persen. Data PHRI periode Januari hingga Juli tahun ini tingkat hunian hotel bintang rata-rata masih di angka 58 persen dan hotel non-bintang sekitar 20 persen.

Ketua PHRI DIY, Istidjab Danunegoro mengatakan, hingga saat ini, tingkat hunian atau okupansi hotel di Yogyakarta masih tergolong rendah. "Oleh karena itu, kami berharap moratorium dapat kembali diperpanjang," katanya.

Menurut Istidjab, saat ini di DIY terdapat 1.030 hotel non bintang dan 160 hotel berbintang. Banyaknya jumlah hotel itulah yang membuat okupansi hingga saat ini masih rendah, rata-rata per tahun hanya sekitar 56,6 persen. 

"Masih rendahnya okupansi juga disebabkan oleh beberapa hal lainnya," ujar dia. Hal lain itu diantaranya adalah adanya pelarangan instansi pemerintah untuk menggelar kegiatan di hotel. Padahal, 40 persen pendapatan hotel disokong oleh kegiatan dari instansi pemerintah.

Tak hanya itu, persaingan industri penginapan pun kian ketat setelah kian maraknya bermunculan kos eksklusif. Pasalnya, lanjut dia, kos eksklusif kini menawarkan fasilitas yang menyerupai hotel dan dapat disewa harian.

Berdasarkan pantauan Republika, saat ini memang kehadiran kos ekslusif yang dapat disewa harian kian menjamur. Sebaran kos eksklusif itu biasanya berdekatan dengan lokasi kampus seperti di daerah Bulaksumur, Gejayan, Seturan, dan Babarsari.

Siapapun dapat dengan mudah menyewa kos eksklusif tersebut. Baberapa di antaranya pun telah bekerja sama dengan jasa pencarian kamar secara daring sehingga kian mempermudah masyarakat dalam menyewa kamar kos ekslusif. Rata-rata, tarif yang ditawarkan berkisar mulai dari Rp 200 ribu hingga RP 350 ribu per hari dengan fasilitas yang menyerupai hotel.

Moratorium pembangunan hotel di Kota Yogyakarta saat ini tertuang dalam Peraturan Wali Kota (Perwal) Yogyakarta Nomor 55 Tahun 2016 untuk menggantikan Peraturan Wali Kota Nomor 77 Tahun 2013 tentang moratorium penerbitan izin mendirikan bangunan (IMB) hotel.

Dalam Perwal lama dinyatakan bahwa moratorium penerbitan IMB hotel ditetapkan sejak 1 Januari 2104 sampai 31 Desember 2016. Namun dalam Perwal baru moratorium penerbitan izin IMB diperpanjang hingga 31 Desember 2017.

Beberapa hal yang menentukan periode moratorium diantaranya adalah okupansi dari seluruh hotel yang ada di Yogya. Moratorium boleh jadi tetap diperpanjang jika hingga saat ini okupansi rata-rata hotel di Yogyakarta belum menyentuh angka 70 persen.

Sebagai destinasi  wisata terfavorit setelah Bali, Yogyakarta merupakan kota yang menjanjikan bagi industri perhotelan. Namun, ketimpangan antara jumlah hotel dan jumlah tamu membuat okupansi rata-rata masih terbilang rendah. Oleh karena itu, Pemkot Yogyakarta pun memberlakukan moratorium pendirian hotel.

 Namun, akhir tahun ini periode moratorium itu berakhir. Pemkot pun bulan lalu tengah berencana untuk mengkaji lebih lanjut mengenai keberlanjutan dari kebijakan moratorium tersebut. Kajian yang dilakukan salah satunya adalah dengan berdasar pada data dari PHRI DIY.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement