Senin 02 Oct 2017 07:54 WIB

Kemendagri Imbau Masyakarat Aktif Cegah Pungli Atas Nama SPP

Rep: Dian Erika N/ Red: Andri Saubani
Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Soni Sumarsono (tengah).
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Soni Sumarsono (tengah).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal (Dirjen) Otonomi Daerah (Otda), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Sumarsono, mengatakan, masyarakat boleh meminta penjelasan kepada kepala daerah atau dinas terkait jika menemui sekolah lanjutan atas (SLA) yang menarik sumbangan pembinaan pendidikan (SPP). Pihaknya mengakui, jika ada sejumlah daerah yang memberlakukan adanya SPP untuk jenjang SLA.

"Di sejumlah daerah memang ada yang memberlakukan SPP untuk SLA, ini terjadi karena transisi pengalihan urusan pemerintahan dari kabupaten/kota ke provinsi dan (alokasi dana SLA) belum sempat dianggarkan oleh pemerintah provinsi (pemprov)" jelasnya ketika dihubungi Republika, Senin (2/10).

Namun, lanjutnya, kondisi ini hanya terjadi pada tahun pertama peralihan saja. Adapun, tahun pertama yang dimaksud saat transisi 2016 atau sejak berlakunya Undang-undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (Pemda).

"Tahun pertama transisi adalah pengalihan urusan penerintahan bidang pendidikan SLA yang semula kewenangan kabupaten/kota menjadi kewenangan gubernur atau pemprov. Dengan begitu, jika ada pungutan hanya tahun pertama saja. Sekarang pemprov sudah menganggarkan dan tidak lagi ada masalah," tuturnya.

Karena itu, masyarakat boleh meminta penjelasan baik dari kepala daerah atau dinas terkait jika masih menemui sumbangan untuk SLA. Sumarsono menjelaskan di tingkat pendidikan SD -SMP Negeri pemberian layanan dasar harus gratis .

Jika ada pungutan dan menamakan SPP, kata dia, maka bisa disebut pungutan liar (pungli). "Karenanya masyarakat boleh melaporkan pungli di sekolah atau meminta penjelasan jika ada pungli, baik kepada kepala daerah atau dinas terkait. Selama siswa sudah memiliki Kartu Indonesia Pintar (KIP), tidak perlu bayar SPP karena dalam KIP tersebut sudah masuk bantuan SPP, buku, dan sebagainya," tambahnya.

Sebelumnya, Sumarsono, mengatakan pihaknya tidak pernah mengeluarkan surat edaran (SE) terkait tidak diperkenankannya penarikan sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) di sekolah. Dia menyatakan penarikan sumbangan di sekolah diatur dalam Peraturan Mendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement