REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Badan Penanggulangan Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta akan menggelar gladi lapangan atau simulasi menghadapi bencana alam erupsi Gunung Merapi di kawasan rawan bencana pada 18 Oktober 2017.
"Karena 2018 sudah memasuki periode erupsi Gunung Merapi. Periodisasinya kan lima tahunan," kata Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta (BPBD DIY) Krido Suprayitno di Yogyakarta, Minggu.
Menurut Krido, meski hingga saat ini kondisi fisik dan aktivitas Gunung Merapi masih aman, BPBD DIY tetap melakukan persiapan-persiapan sesuai siklus letusan. "Kami siapkan segala sesuatunya meskipun kita berharap itu tidak terjadi," kata dia.
Selain erupsi merapi, menurut Krido, potensi bencana lainnya yang perlu diwaspadai saat musim hujan adalah banjir lahar dingin. Apalagi di kawasan rawan bencana (KRB) III Gunung Merapi masih terdapat jutaan kubik sedimentasi Merapi.
Ia mengatakan yang akan difokuskan untuk simulasi adalah terkait rencana kontijensi atau skenario penanggulangan bencana alam gunung meletus yang akan disusun bersama-sama dengan para pemangku kepentingan.
Menyinggung jumlah anggaran yang digunakan dalam simulasi, Krido mengatakan, BPBD DIY menganggarkan Rp150 juta. Anggaran itu, untuk persiapan hingga proses simulasi di lapangan.
"Melalui anggaran itu juga nanti akan dimanfaatkan untuk sumulasi potenai bencana saat puncak musim hujan pada November 2017 yang difokuskan ," kata dia.
Menurut Krido, Desa Sindumartani, Kecamatan Ngemplak, merupakan kawasan yang paling rawan terhadap bencana erupsi Gunung Merapi dibandingkan desa-desa lainnya.
"Karena Sindumartani merupakan kawasan paling rawan serta paling dekat dengan aktivitas Merapi. Kawasan itu juga memiliki banyak sungai yang berhulu di Gunung Merapi," kata Krido.