REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Industri di Indonesia dinilai belum maksimal memanfaatkan hasil riset perguruan tinggi. Penyebabnya, informasi mengenai hasil riset perguruan tinggi itu masih terbatas.
Ketua Majelis Pengurus Pusat Asosiasi Dosen Indonesia (ADI), Prof Dr Armai Arief MA mengungkapkan banyak hasil riset itu akhirnya hanya tersimpan rapih di perpustakaan perguruan tinggi. "Padahal isinya merupakan inovasi yang akan memberikan manfaat bagi industri apabila dikomersialisasikan," kata dia dalam ajang penghargaan hasil riset dan inovasi perguruan tinggi di JCC Jakarta.
Penghargaan hasil riset dan teknologi merupakan rangkaian kegiatan Pameran Internasional IPTEK dan Inovasi Pembelajaan dari Berbagai Negara atau Global Education Supplies and Solution (GESS Indonesia). Kegiatan ini hasil kerja sama ADI dengan Dirjen Penguatan Inovasi Ristekdikti yang digelar di Jakarta pada 27-29 September 2018.
Penghargaan, kata Armai, diberikan kepada dosen yang memberikan paparan hasil riset terbaik dihadapan dewan juri yang terdiri dari unsur pemerintah dan praktisi bisnis. Dewan juri terdiri dari Direktur Sistem Inovasi Kementerian Ristekdikti DR Ir Ophirtus Sumule DEA, Presiden Direktur PT Katama Suryabumi Kris Suyanto, Pengusaha Wanita Dewi Motik, serta CEO Socentix David Darmawan.
Armai mengatakan, belum banyak industri yang belum memanfaatkan inovasi karya anak bangsa membuat Indonesia dibanjiri produk impor dengan teknologi negara lain. Padahal banyak dari teknologi tersebut serupa dengan hasil riset yang dikembangkan perguruan tinggi.
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini mengatakan terkait dengan permasalahan tersebut ADI terpanggil untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan untuk menjembatani penguruan tinggi dengan kalangan industri. Hasilnya sudah mulai terlihat sejak 2016 divantaranya di sektor industri farmasi dan konstruksi.
Hal itu juga yang mendorong ADI menjalin kerja sama dengan Kemenristekdikti. ADI ingin memanfaatkan anggaran untuk pengadaan ajang pameran dan konferensi mengenai inovasi yang diikuti kalangan industri dan perguruan tinggi.
Menurut dia, regulasi yang dikeluarkan pemerintah untuk menjembatani industri dan perguruan tinggi sudah memadai. Salah satunya adalah kebijakan paten untuk memberikan perlindungan kepada penemu atau inovator yang karyanya dimanfaatkan dalam skala komersial.
Bagi industri, karya-karya inovasi ini sangat bermanfaat agar produk yang dihasilkan tidak tertinggal dengan negara lain agar tetap mampu berkompetisi. Kalau inovasi teknologi ini bisa didapat di dalam negeri dengan harga yang lebih terjangkau tentunya akan menguntungkan bagi industri ketimbang harus mendatangkan teknologi dari luar.
Lebih jauh, Presiden Direktur PT Katama Suryabumi Kris Suyanto mengatakan agar produk inovasi dapat diterima industri harus diketahui terlebih dahulu siapa inovatornya. Kemudian siapa yang membimbing (akademisi), serta siapa promotornya.
Kris yang perusahaanya pemegang paten konstruksi sarang laba-laba ini mengungkapkan, dalam tiga unsur tersebut peran promotor sangatlah kuat. Perlu juga didukung regulasi pemerintah serta dilanjutkan dengan investasi.
"Kalau semua itu sudah dipenuhi maka hubungan inovasi dengan industri akan berlangsung dengan baik. Itu berdasarkan pengalaman saya menggeluti inovasi selama 30 tahun," kata Kris.
Kris juga mengatakan, hasil karya inovasi dalam ajang penghargaan inovasi dari kalangan perguruan tinggi semuanya bagus. Namun ia memilih yang paling aplikatif bagi industri sehingga menghasilkan 14 temuan yang masuk nominasi. Temuan itu lalu diseleksi lagi menjadi empat terbaik.
Dia mencontohkan karya inovasi rumah yang dapat dibongkar pasang (knock down) sangatlah bagus. Tetapi ini harus dicarikan material yang tepat agar dapat dipergunakan untuk program satu juta rumah yang tengah dijalankan pemerintah.