REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Ketua Tim Advokasi LKBH FH UII, Agung Wijaya Wardhono menuturkan, penggusuran bermula saat PKL-PKL Jalan Abu Bakar Ali diundang Pemkot Yogya untuk koordinasi. Dalam rapat, mereka malah diminta tidak lagi berjualan di tempat tersebut.
"18 September 2017 mereka menerima undangan Pemkot Yogyakarta untuk rapat koordinasi permasalahan PKL di Jalan Abu Bakar Ali, namun malah diinstruksikan menghentikan usahanya dan mengosongkan per 30 September 2017 tanpa alasan jelas," kata Agung, Kamis (27/9).
Hal itulah yang dipertanyakan teman-teman PKL, karena tidak pernah ada pembinaan atau penataan, sedangkan mereka telah berjualan sejak tahun 85. Apalagi, PKL-PKL itu memiliki izin penggunaan lokasi yang legal.
Namun, sejak 2014 mereka mengalami kesulitan tanpa alasan jelas dalam mengurus perpanjangan izin yang merupakan wewenang Camat Gondokusuman. Hal itu yang membuat PKL-PKL sejauh ini tidak dapat memperpanjang izinnya sampai sekarang.
"Tapi, sejak 2005 sampai sekarang tidak ada penambahan PKL baru, dan selama ini tidak ada masalah," ujar Agung.
Bahkan, Wali Kota Yogyakarta sebelumnya sempat melakukan pembinaan dan memperbaiki lapak-lapak, tapi tetap diizinkan untuk berjualan. Agung menegaskan, Perda sendiri memperbolehkan kawasan itu untuk PKL, dan seharusnya dilakukan pembinaan bukan penggusuran.
Untuk itu, LKBH FH UII sebagai kuasa hukum PKL Abu Bakar Ali pada 26 September 2017 melayangkan surat konfirmasi dan klarifikasi kepada Kepala Satpol PP Kota Yogyakarta. Hal itu dikarenakan LKBH FH UII merasa ada kejanggalan dari rencana penggusuran itu.
"Sebab, mereka tidak menjelaskan alasan penggusuran yang bisa dipertanggungjawabkan secara hukum, nanti kita akan minta perlindungan ke Gubernur atau DPRD," kata Agung.