Kamis 28 Sep 2017 18:51 WIB

Muhammadiyah, Berdayakan Umat dengan Spirit al-Maun

Rep: Muhyiddin/ Red: Fernan Rahadi
Ketua PP Muhammadiyah Bidang Kebencanaan, Pemberdayaan masyaraat dan LazisMU Hajriyanto Y. Thohari
Foto: ROL/Havid Al Vizki
Ketua PP Muhammadiyah Bidang Kebencanaan, Pemberdayaan masyaraat dan LazisMU Hajriyanto Y. Thohari

REPUBLIKA.CO.ID, Muhammadiyah sudah  lebih dari satu abad berkiprah da­lam pem­berdayaan masyarakat, baik di bi­dang pendidikan, eko­nomi, maupun kesehatan. Dalam per­jalanannya organisasi keagamaan ini me­lakukannya dengan spirit surah al-Maun yang ditekankan sejak lama oleh Pendiri Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan.

Ketua Pimpinan Pusat Muham­ma­diyah yang membidangi Majelis Pember­dayaan Masyarakat, Hajriyanto Y Thohari mengatakan, pemberdayaan masyarakat bagi Muhammadiyah merupakan bagian integral dari dakwah. "Kan, Muham­ma­diyah itu organisasi dakwah. Nah karena itu, dalam pemahaman Muhammadiyah dakwah itu memiliki makna bukan hanya sekadar menyampaikan wahyu Tuhan atau mengajak pada ajaran agama saja, tetapi dakwah  juga dipahami oleh Mu­ham­madiyah sebagai gerakan liberasi," ujarnya, Rabu (27/9).

Gerakan liberasi, menurut dia, meru­pakan langkah untuk mem­bebas­kan umat dari keterbelakangan,  kebodohan, dan ketidakberdayaan. Karena itu, Mu­ham­madiyah sejak lama telah melakukan pem­bangunan dalam bidang pendidikan, kese­hatan, mengentaskan kemiskinan, dan menjadikan umat lebih berdaya.

Selain itu,  kata Hajriyanto, dakwah ba­gi Muhammadiyah juga dilakukan da­lam pengertian emansipasi, yaitu de­ngan mengangkat harkat dan martabat umat sebagai manusia. "Jadi umat bukan hanya menjadi taat secara ritual, tapi juga menjadikan umat itu terangkat harkat dan martabatnya. Jadi memanusiakan manu­sia itu namanya emansipasi," kata mantan wakil MPR  ini.

Dia melanjutkan, dengan spirit surat Al Maun, Muhammadiyah menganjurkan agar umat Islam memperhatikan orang-orang yang terbelakang, tertindas, dan masih di bawah garis kemiskinan. Karena, bisa saja orang yang disebut sebagai pendusta agama adalah justru orang yang hanya melakukan shalat, tapi abai ter­hadap anak yatim.

"Dalam surat Al Maun mengatakan, tahukah kamu yang mendustakan agama, yang enggan memberikan perhatian ke­pada anak-anak yatim, yang tidak berdaya dan abai pada kebutuhan orang miskin," katanya.

Hajriyanto menuturkan, pada abad pertama berdirinya, Muhammadiyah mem­­punyai trisula pemberdayaan masyarakat. Sula pertama, yaitu pember­dayaan yang dilakukan melalui pendidikan, khususnya untuk kalangan bawah yang tidak punya akses pendidikan. Bagi Muhammadiyah, pendidikan sangat pen­ting karena akan melahirkan kesada­ran, sehingga umat bisa bangkit dan berjuang untuk mengaktualisasikan dirinya.

Sula kedua, yaitu  bidang kesehatan. Menurut dia, umat Islam harus sehat dan selalu kuat. Apalagi, Nabi Muhammad SAW sendiri telah bersabda bahwa orang Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada Muslim yang lemah. "Karena itu, di samping kuat dari segi ilmu pengetahuan, umat juga harus kuat secara fisik," ujarnya.

Sula ketiga, menurut dia, ada­lah ge­rakan sosial ekonomi, yaitu pemberdayakan yang dilakukan Muham­ma­diyah dengan membentuk ribuan lemba­ga mi­kro keuangan, seperti Baitut Tamwil Mu­hammadiyah (BTM) dan juga kope­rasi. Dari pembangunan ini, kemudian digu­nakan untuk mendanai gerakan-gerakan liberasi dan emansipasi.

"Dan, sekarang Muhammadiyah de­ngan manajemen zakat infak sedekah, itu menjadi gerakan filantropi terbesar di Indonesia," ucapnya.

Selama satu abad itu, katanya, gera­kan trisula lama tersebut, yakni pendidi­kan, ekonomi, dan keseha­tan sudah di­anggap bagus. Misalnya, Mu­ham­­ma­diyah kini su­dah mem­punyai ba­nyak rumah sakit be­sar dan men­di­rikan 174 perguruan tinggi, yang 30 di an­taranya adalah uni­versitas besar.

Karena itu, pada perjalanan abad ke­dua ini, Muhammadiyah membuat trisula gerakan baru. Sula Pertama, yaitu dengan menjalankan Lazismu, sehingga dengan dana umat itu Muhammadiyah bisa men­jadi lebih mandiri dalam melakukan gerakan pemberdayaan masyarakat.

"Artinya, bisa mendanai sendiri gera­kan-gerakannya. Tidak menggantungkan dirinya kepada negara. Alhamdulillah Lazismu menurut laporan Baznas men­jadi lembaga amil zakat infaq sedekah terbesar di Indonsaia.”

Sula kedua adalah gerakan volun­ta­risme dengan membentuk lembaga pe­nanggu­langan bencana. Dalam hal ini, Muham­ma­diyah mendirikan Muham­madiyah Disas­ter Manajemen Center (MDMC).

"Itu memberikan bantuan penang­gu­langan ketika terjadi bencana alam. Bukan hanya ketika darurat, tapi juga sam­pai rekontruksi pembangunan ma­sya­rakat setelah bencana. Tidak hanya itu, tapi juga bencana yang dibuat ma­nusia juga, seperti Rohingya sekarang ini," tuturnya.

Sementara, Sula ketiga, yaitu pember­dayaan masyarakat itu sendiri. Dengan didanai oleh Lazismu, majelis pember­dayaan masyarakat (MPM) akan bergerak di kalangan petani, nelayan, dan buruh. Muhammadiyah akan melakukan pen­dam­pingan pertanian dan lain-lain, teru­tama di daerah pelosok. "Itu trisula baru ge­rakan Muhammadiyah, yang mulai di­canangkan pada abad kedua Muham­madiyah," katanya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement