REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pemerintah Provinsi Jawa Timur memperkenankan masyarakat atau pihak yang kurang setuju kehadiran angkutan online atau sistem pengaturan didalamnya untuk menyuarakan aksinya dengan melakukan unjuk rasa. Hanya saja unjuk rasa yang dilakukan harus dilakukan dengan tertib dan tidak menganggu aktivitas masyarakat yang lain.
Pernyataan tersebut disampaikan Kepala Biro Humas dan Protokol Pemprov Jatim Benny Sampir Wanto untuk menanggapi unjuk rasa terkait angkutan online di Kota Malang. Namun demikian, kata Benny, unjuk rasa yang tepat sebenarnya ke Kementerian Perhubungan sebagai instansi pemegang otoritas di bidang angkutan online.
"Pemda tidak memiliki otoritas terkait angkutan online, sehingga tidak bisa melakukan diskresi. Diskresi dapat dilakukan jika lembaga memiliki kewenangan," kata Benny di ruang kerjanya Jl. Pahlawan No 110 Surabaya Kamis, (28/9).
Kemenhub sendiri, saat ini sedang merumuskan peraturan baru terkait angkutan online tersebut, pascapenerbitan keputusan MA yang mencabut beberapa poin dalam Permenhub Nomor 26/2017. Poin-poin yang dicabut yakni tentang penentuan tarif, quota, pembatasan wilayah operasi, kwajiban mengatasnamakan perusahaan, serta kepemilikan minimal 5 kendaraan.
Sebagaimana diberitakan media, perwakilan sopir angkot dan taksi konvensional di Malang merasa kecewa dengan hasil rapat koordinasi operasional angkutan sewa khusus di Balai Kota Malang. Dikarenakan tidak adanya kesepakatan yang dihasilkan serta harapan adanya diskresi oleh pemerintah daerah terkait pengaturan angkutan online.