Rabu 27 Sep 2017 08:17 WIB

Kemenhan: Perlu 10 Ribu Ahli Hadapi Serangan Siber

Perang siber (Cyber War). Ilustrasi.
Foto: post.jargan.com
Perang siber (Cyber War). Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR — Kepala Badan Pendidikan dan Latihan Kementerian Pertahanan (Kemenhan) Mayjen TNI Hartind Asrin menegaskan Indonesia memerlukan 10.000 tenaga ahli di bidang keamanan siber untuk menghadapi serangan siber internasional yang terus meningkat.

"Tidak bisa ditunda lagi, kita segera menuju ke sana. Keamanan siber adalah prioritas ketiga dalam upaya bela negara setelah ancaman radikalisme plus terorisme dan narkoba," katanya, dalam keterangan pers dari panitia kompetisi peretas nasional 'Cyber Jawara 2017' yang diterima di Denpasar, Rabu (27/9).

Di sela menghadiri kompetisi peretas/hacker nasional Cyber Jawara di Kuta, Bali pada 26-29 September 2017, Mayjen TNI Hartind Asrin menjelaskan upaya mewujudkan 10.000 tenaga ahli keamanan siber sangat mungkin dicapai dengan mengoptimalkan segala sumber daya yang ada. "Kompetisi hacker nasional Cyber Jawara adalah salah satu cara untuk menemukan potensi-potensi yang dimiliki generasi muda Indonesia. Kami sendiri di Kemenhan juga fokus menyiapkan tim siaga ancaman siber," kata dia.

Ketua Indonesia Security Incident Response Team on Internet Infrastructure (ID-SIRTII) atau Tim Monitoring Ancaman Serangan Siber Dr Rudi Lumanto mengatakan, perkiraan para pakar di dunia setidaknya dibutuhkan satu juta ahli di bidang keamanan siber untuk menghadapi serangan dan tindakan kejahatan di dunia maya. "Di Indonesia sendiri mungkin jumlahnya baru ratusan atau paling optimistis sekitar seribuan mereka yang telah memiliki sertifikasi internasional keamanan siber. Masih perlu banyak upaya edukasi dan peningkatan kemampuan sumber daya manusia kita," katanya.

Lomba hacker tingkat nasional yang populer dengan sebutan Cyber Jawara telah berlangsung selama enam tahun itu. Penyelenggaraan sejak tiga tahun terakhir selalu bersamaan dengan event seminar dan workshop internasional terkait keamanan siber kali ini bertajuk ‘CodeBali 2017’.

Dalam ajang kompetisi Cyber Jawara itu, setiap tim yang terdiri dari tiga orang harus bisa menunjukkan kemahiran menemukan celah (capture the flag), melakukan uji penetrasi, melakukan pertahanan jaringan dan analisa forensik digital serta membuat pelaporannya secara rinci dan mudah dibaca para pengambil kebijakan. Pemenang Cyber Jawara akan dikirim ke Bangkok Thailand untuk mengikuti lomba di tingkat ASEAN. 

"Meski belum pernah lolos di tingkat ASEAN, kami optimistis tahun ini bisa menembus tingkat Asia dan dunia. Tim yang menang di level ASEAN akan dikirim untuk berlomba ke level Asia di Tokyo, lalu ke level dunia di Las Vegas Amerika Serikat," kata Rudi. 

Tahun ini, ajang final Cyber Jawara diikuti oleh 20 tim yang telah lolos mengikuti uji via online dari hampir semua provinsi se-nusantara. ‘Code Bali 2017’ juga menyajikan pameran (exhibition) sejumlah peralatan dan teknologi tercanggih serta terkini dalam dunia keamanan siber yang disajikan perusahaan-perusahaan kelas dunia.

Pada seminar, pakar sistem keamanan siber Prof Andrew Martin dari Oxford University akan menyampaikan pidato kunci saat pembukaan seminar internasional pada 27 September 2017.  Andrew Martin adalah salah satu pakar keamanan siber yang mampu melihat cyber security secara holistik, khususnya di secure computing dan cloud.

Even ‘CodeBali 2017’ juga menyelenggarakan sejumlah workshop seperti forensik digital, analisa malware, creating managing CSIRT dan uji penetrasi Internet of Everything (IOT).

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement