REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Provinsi Bali dan Nusa Tenggara Barat (NTB) saling berkaitan dalam sektor pariwisata. Para pelaku industri wisata di kedua provinsi menyiratkan kekhawatiran menyusul peningkatkan status Gunung Agung di Bali yang kini dikategorikan Awas. "Selaku pelaku pariwisata, kita sudah was-was karena ini (kondisi Gunung Agung, Red)," kata Pembina Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Provinsi NTB I Gusti Lanang Patra di Mataram, NTB, Selasa (26/9).
Lanang mengkhawatirkan aksebilitas wisatawan dalam menuju Bali dan Lombok jika terjadi bencana, di mana biasanya jalur udara akan ditutup untuk sementara waktu. Hal ini pernah terjadi tatkala erupsi Gunung Barujari di Lombok, yang berdampak penutupan sejumlah bandara di NTB dan juga Bali.
General Manager Hotel Lombok Raya ini juga menilai Bali masih menjadi pintu masuk utama bagi wisatawan untuk datang ke Lombok. Mengingat penerbangan langsung dari internasional lebih banyak di Bandara I Gusti Ngurah Rai, Bali, untuk kemudian melanjutkan perjalanan ke Lombok menggunakan jalur penyeberangan laut.
Lanang menyebutkan, 50 persen dari total kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Lombok datang melalui Bali. "Kita (penerbangan) yang langsung baru dari Singapura dan Malaysia. Kalau terjadi erupsi dampaknya masih akan menggangu pariwisata Lombok," ucap mantan Ketua PHRI NTB tersebut.
Terlebih, Lanang tambahkan, saat ini sudah ada negara-negara yang mengeluarkan travel advice atau imbauan bagi warganya untuk tidak ke Bali. "Tidak menutup kemungkinan kalau semakin mengkhawatirkan, akan banyak negara yang melarang warganya ke Bali, dan itu pasti akan berdampak juga ke kita (Lombok)," kata Lanang menambahkan.