Senin 25 Sep 2017 16:58 WIB

Kampung Kokoda, Desa Binaan MPM PP Muhammadiyah

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yusuf Assidiq
Suasana di Kampung Warmon Kokoda, Sorong.
Foto: Wahyu Suryana.
Suasana di Kampung Warmon Kokoda, Sorong.

REPUBLIKA.CO.ID, SORONG -- Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) PP Muhammadiyah memiliki setidaknya lima desa binaan yang tengah menjadi fokus pemberdayaan. Salah satunya adalah Kampung Warmon Kokoda, Sorong, Papua Barat, yang ditempati Suku Kokoda.

Sekretaris MPM PP Muhammadiyah, Bachtiar Dwi Kurniawan, menuturkan sejak 2013 MPM telah mencoba membangun amal usaha yang fokus mengabdikan diri, khususnya untuk daerah-daerah terluar, terdepan, dan tertinggal (3T). Hal itu dilakukan dengan pemberdayaan komunitas yang masih nomaden.

Ini merupakan pula kepanjangan dari Muktamar Muhammadiyah pada 2015, yang memberi amanah untuk prioritas pembangunan Muhammadiyah di timur Indonesia. Suku Kokoda, jadi salah satu target yang selama ini hidupnya masih bersifat nomaden agar dapat dibina.

"Sebab kita miris, ini suku asli Papua, tapi mereka tidak memiliki tempat tinggal, tidak diterima di kampung transmigran dan tidak memiliki tanah," kata Bachtiar kepada Republika, Selasa (19/9).

MPM PP Muhammadiyah lalu mencoba mengembangkan pola pikir masyarakat Suku Kokoda agar setidaknya dapat menjalani hidup secara semi permanen. Tidak sekadar teori, mereka memperjuangkan agar ada lahan yang dibebaskan agar dapat ditinggali Suku Kokoda.

Lambat laut, perjuangan itu tidak sia-sia dan mulai menampakkan hasilnya. Suku Kokoda pun ditetapkan sebagai satu desa, dan diberikan tanah seluas dua hektare agar dapat ditinggali, dan MPM PP Muhammadiyah sebagai fasilitator berhasil membangun setidaknya 55 rumah tinggal.

Perlahan, masyarakat Suku Kokoda yang biasa memenuhi kehidupan dengan cara berburu, diberikan pelatihan-pelatihan mulai dari bercocok tanam, bertani, sampai beternak. Langkah ini memang tidak mudah mengingat masyarakatnya sudah terbiasa hidup berburu.

"Kemarinan sempat diberikan lima ekor sapi, tapi kemudian mati karena ternyata diikat saja tanpa dikasih minum," ujar Bachtiar.

Ia mengungkapkan, memang perlu ekstra sabar membina masyarakat yang sejak lahir menjalani hidup dengan berburu. Belum lagi, mereka memiliki pola pikir kalau semua yang ada di bumi merupakan ciptaan Tuhan, sehingga tidak menjadi satu masalah mengambilnya.

Namun, melalui pelatihan-pelatihan yang diberikan MPM PP Muhammadiyah, masyarakat Suku Kokoda walau perlahan mulai bisa memanfaatkan bibit dan alat pertanian yang diberikan. Bagi mereka yang bisa menganyam, diajarkan pula membuat karya-karya yang dapat dijual.

Tidak cuma itu, MPM PP Muhammadiyah memberikan pelatihan-pelatihan bagi nelayan, agar dapat membuat perahu-perahu baik untuk dipakai maupun dijual. Saat ini, kehidupan masyarakat sebagai komunitas saja sudah mulai berkembang jadi administrasi desa yang jelas.

Bahkan, beberapa sudah memiliki identitas yang jelas sebagai seorang warga negara Indonesia, dan mampu mendapatkan pekerjaan. Perkembangan itu turut berdampak terciptanya perangkat dan aparatur desa, sampai ekonomi produktif dari Suku Kokoda.

"Akhirnya, beberapa sudah punya KTP, KK, dan ada yang sudah dapat KIS," kata Bachtiar.

Tentu, kekurangan masih ada di berbagai sisi, tapi MPM PP Muhammadiyah layak berbangga. Pasalnya, pembinaan fisik dan jiwa sudah mulai menunjukkan hasilnya, sehingga tidak cuma akses jalan, akses air, dan tempat tinggal, Suku Kokoda kini mulai punya pola pikir untuk maju.

Selain administrasi berupa identitas diri, kata dia, MPM PP Muhammadiyah tengah fokus merekatkan hubungan yang selama ini kurang terjaga dengan baik antara Suku Kokoda dan masyarakat transmigran. Terlebih, stigma-stigma negatif di antara keduanya seperti terbiarkan tanpa ada solusi efektif.

"Nah, MPM tengah dan terus berupaya merekatkan itu, kalau kita ini sama-sama bangsa Indonesia," ujar Bachtiar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement