REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Pandjaitan mengatakan, dalam kasus suap terhadap Wali Kota Cilegon Tubagus Iman Ariyadi, terungkap modus baru. Modus itu diduga menggunakan saluran CSR perusahaan pada klub sepak bola daerah sebagai sarana untuk menerima suap.
Dalam kasus ini, klub sepak bola Cilegon United Football Club (CUFC) diindikasi digunakan sebagai sarana untuk menyamarkan dana agar tercatat dalam pembukuan sebagai CSR atau sponsorship perusahaan.
"Diduga hanya sebagian dari bantuan yang benar-benar disalurkan pada CUFC," kata Basaria di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (23/9).
Adapun, kasus suap yang menjerat Wali Kota Cilegon ini terkait perizinan pada Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Cilegon Tahun 2017. Pemberian suap diindikasikan untuk memuluskan proses perizinan rekomendasi Amdal untuk pembangunan Transmart.
Basaria menjelaskan, rencananya Transmart itu akan dibuka di kawasan PT PT Krakatau Industrial Estate Cilegon (KIEC). Izin prinsip sudah dikeluarkan. Diketahui, kontraktor yang akan membangun Transmart adalah PT Brantas Abipraya (BA). Izin dan surat perintah kerja (SPK) sudah keluar. Namun, proses tersebut tidak akan berjalan bila tidak ada AMDAL.
"Dari hasil penyelidikan tim KPK menemukan TIA (Tubagus Iman Arityadi) diduga meminta Rp 2,5 miliar supaya izin Amdal keluar. Setelah tawar-menawar disepakati Rp 1,5 miliar," kata Basaria.
Setelah adanya kesepakatan, perusahaan pun bingung bagaimana cara mengeluarkan uang sebanyak itu. Sehingga terjadilah kesepakatan agar uang tersebut disalurkan ke CUFC dengan kedok CSR dari dua perusahaan tersebut.
"Terjadi kesepakatan Rp 700 dan Rp 800 juta dari dua perusahaan itu. Yang dipilih klub ini atas petunjuk TIA (Wali Kota Cilegon) agar CUFC jadi sasaran CSR dua perusahaan. Dan ini masih dalam pengembangan," jelas Basaria.