REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua MPR Zulkifli Hasan meminta masyarakat mengurangi kesalahpahaman dalam berpolitik. Kesalahpahaman berpolitik saat ini, menurutnya telah membuat gesekan sosial di masyarakat semakin kuat.
"Masyarakat Indonesia sekarang dikepung dengan banyak kesalahpahaman, yang semakin tajam dan serius belakangan ini," kata Zulkifli saat berpidato di Simposiun Nasional Dewan Pakar ICMI, Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan di MPR, Sabtu (23/9).
Kesalahapahaman pertama, jelas dia, ada pihak yang beranggapan mereka yang menjalankan agamanya, seperti Muslim yang taat menjauh dari semangat kebangsaan. Kesalahpahaman itu, menurutnya, sangat serius. Karena di Indonesia paham kebangsaan dan paham keagamaan saling menopang. Menjadi pemeluk agama yang taat adalah jalan menuju warga negara yang baik.
Karena dalam Islam seperti yang disampaikan KH. Hasyim Asy'ari mencintai tanah air adalah sebagian dari iman. Bagi umat Islam di Indonesia beragama adalah pangkal berbangsa.
Kemudian, lanjutnya, kesalapahaman kedua ialah soal kontestasi politik digunakan sebagai pelabelan. Hanya karena perbedaan pilihan calon kemudian dicap tidak toleransi, tidak cinta NKRI, kafir, munafik dan sebagainya."Saudara-saudara kekalahan dan kemenangan dalam pilkada hal yg biasa. Jangan dijadikan pelabelan politik," ungkapnya.
Anehnya, kata Zulkifli, soal menonton film G30S/PKI pun menjadi ikut dilabel dan pengotak-kotakan antara pro Orde Baru dan pro PKI. Padahal Pancasila sebagai nilai adalah pemersatu, dan semuanya merasa paling pancasila. "Tapi faktanya sekarang mereka yang teriak paling Pancasila justru yang kuat mengkotak-kotakkan," tegas Zulkifli.
Kesalahpahaman ketiga, papar dia, justru berujung pada salah langkah. Sebagian pihak memahami dalam perjalanan bangsa ini umat Islam dan para ulama tidak memerankan peran. Padahal, jelas Zulkifli, kalau mau jujur umat Islam dan ulama inilah yang berperan besar merdekakan bangsa. Disamping umat dan tokoh agama lain.
Kesalahan langkah ini membuat pengenyampingan peran ulama dan umat Islam. "Umat Islam jang diajarkan toleransi, kami sudah khatam soal toleransi," terangnya.
Tapi disayangkan umat Islam dibuat terus berkelahi dan dipecah belah pada urusan yg sangat remeh temeh. "Urusan rakaat shalat taraweh 11 atau 8 berantem, urusan lihat dan hitung bulan berantem, umat Islam sibuk ngurus ini. Sedangkan emas tambang dan jabatan startegis direbut, diambil asing."