REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Biro Humas dan Kerja Sama Internasional Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Yudi Ramdan Budiman menegaskan, BPK tidak akan menoleransi para auditor BPK yang tepergok menerima suap.
Hal tersebut disampaikan terkait penetapan Auditor Madya pada Sub Auditorat VII B2 BPK RI Sigit Yugoharto sebagai tersangka karena terbukti menerima suap berupa hadiah motor Harley Davidson.
"BPK secara prinsip tidak menolerir pelanggaran hukum dan kode etik dan akan secara tegas akan memberikan sanksi sesuai ketentuan," kata Yudi di Gedung KPK Jakarta, Jumat (22/9).
BPK, sambung Yudi, juga langsung melakukan pemeriksaan internal setelah mengetahui adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan Sigit dalam melakukan pemeriksaan terhadap PT Jasa Marga Tbk (Persero) cabang Purbaleunyi. Dalam hal ini, BPK akan menangani masalah etik dan disiplin, sementara soal kasus hukumnya diserahkan kepada KPK sebagai bentuk dukungan untuk memperkuat penegakan hukum.
"BPK mendukung sepenuhnya penegakan hukum yang telah dan sedang dilakukan KPK," ujar Yudi.
KPK telah menetapkan Sigit dan Setiabudi selaku General Manager PT Jasa Marga cabang Purbaleunyi sebagai tersangka. Sigit terbukti telah menerima suap berupa satu unit motor Harley Davidson tipe Sportster dari Setia Budi yang langsung diantarkan ke rumah Sigit pada akhir Agustus 2017 lalu. Bila dirupiahkan motor tersebut senilai Rp 115 juta.
Adapun dugaan pemberian motor tersebut terkait kegiatan BPK yang melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu terhadap PT Jasa Marga cabang Purbalenyi tahun 2017. Diketahui, Sigit menjadi ketua dalam tim BPK yang melakukan pemeriksaan terkait adanya temuan pada 2015 dan 2016 soal kelebihan pembayaran pekerjaan pemeliharaan periodik, rekonstruksi jalan, dan pengecetan marka jalan yang tidak sesuai dan tidak dapat diyakini kewajarannya.
Atas perbuatannya, sebagai penerima suap, KPK menjerat Sigit dengan Pasal 12 huruf a atau b, atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi. Sementara, Setia Budi selaku pihak pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Korupsi.