Rabu 20 Sep 2017 19:28 WIB

Sungai Cimanuk Garut Kembali "Ngamuk"

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus Yulianto
Foto udara kawasan terdampak banjir bandang aliran Sungai Cimanuk di Kampung Cimacan, Tarogong, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Kamis (22/9).
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Foto udara kawasan terdampak banjir bandang aliran Sungai Cimanuk di Kampung Cimacan, Tarogong, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Kamis (22/9).

REPUBLIKA.CO.ID, GARUT -- Peringatan setahun banjir bandang yang menghantam kabupaten Garut, Jawa Barat pada 20 September tahun lalu, dilakukan berbeda oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Garut. PWI Garut menghidupkan kembali memori 'ngamuknya' Sungai Cimanuk dengan meluncurkan buku 'Cimanuk Ngamuk' pada Rabu (20/9).

Buku itu mengulas laporan para wartawan yang bertugas ketika bencana berlangsung. Buku ini memuat sejumlah informasi mengenai latar belakang, faktor hingga dampak yang ditimbulkan dari musibah tersebut.

Salah satu penyusun buku 'Cimanuk Ngamuk' Feri Purnama mengatakan, buah karya setebal 200 halaman lebih itu merupakan kumpulan berita yang sebelumnya muncul di berbagai media. Kumpulan berita tersebut berasal dari hasil peliputan lapangan para wartawan tentang musibah banjir bandang Garut.

"Idenya berawal dari gagasan obrolan para wartawan media cetak maupun elektronik yang berpandangan alangkah baikya karya-karya jurnalistik tidak hanya dimuat di medianya masing-masing tetapi dapat menjadi sebuah buku yang dapat dibaca, dikenang dan diingat kapan saja," katanya ketika peluncuran buku 'Cimanuk Ngamu'k di Universitas Garut, Rabu (20/09/).

Feri berharap, peluncuran buku bisa mengenang peristiwa banjir terbesar dalam sejarah Kabupaten Garut itu. Sehingga ke depannya bencana serupa tak lagi terjadi.

"Artinya, Sungai Cimanuk dan lingkungan sekitarnya harus dijaga dengan baik oleh manusia agar dapat terus memberikan kehidupan dan menjaga keselarasan alam," tutur wartawan kantor berita Antara tersebut.

Ketua PWI Garut Aef Hendy menilai, kehadiran buku 'Cimanuk Ngamuk' bisa menjadi dokumen penting masyarakat Garut. Sebab peristiwa banjir serupa sebenarnya pernah terjadi sebelumnya, hanya saja tak tercatat dengan baik.

"Dulu sekitar 50 tahun lalu kan sebenarnya pernah banjir bandang yang cukup besar pula, tapi tidak ada data otentik, makanya kami prihatin bagi masyarakat atas kurangnya informasi dan dokumen tersebut," ujarnya.

Ia menaruh harap kehadiran buku bisa memperkaya masyarakat dengan informasi yang lengkap tentang banjir bandang. Dengan begitu masyarakat diharapkan tergugah untuk melestarikan alam Garut.

"Buku ini mengingatkan masyarakat agar alam itu dijaga dan tetap lestari sehingga tetap berkesinambungan buat keturunan yang akan datang," tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement