REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan Peraturan Presiden (perpres) Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) nomor 87/2017 juga menjadi payung hukum alokasi dana bagi para guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Kendati demikian, ia mengaku belum menjelaskan dan memerintahkan kepala daerah terkait penggunaan perpres ini sebagai aturan alokasi dana bagi guru PAUD.
"Perpres ini kita harapkan menjadi payung hukum juga untuk mengalokasikan dana bagi, bagi guru-guru PAUD. Tapi, ini baru dua minggu yang lalu. Gubernur, bupati, wali kotanya belum saya undang, saya beri penjelasan mengenai itu. Nanti segera akan saya perintahkan setelah bertemu dengan gubernur, bupati, dan wali kota," jelas Jokowi dalam sambutannya pada Penutupan Pelatihan Akbar Guru PAUD se-Provinsi DKI Jakarta, di JIC, Jakarta, Rabu (20/9).
Selain itu, Presiden juga mengaku telah memerintahkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy untuk mengecek kembali alokasi dana di kementeriannya yang diperuntukkan bagi guru PAUD. Jika memang teralokasikan di Kemendikbud, para guru PAUD juga akan menerima honor dari pemerintah.
"Saya tanya, Prof gimana? Ada dana alokasi enggak untuk guru-guru PAUD? Masih dijawab, nanti coba Pak saya hitung dulu. Ya memang dananya ada di beliau, bukan ada di Presiden. Tapi nanti Presiden kalau tahu, oh ada alokasinya, saya baru perintahkan untuk berikan kepada guru-guru PAUD," kata Jokowi.
Menurut Presiden, guru PAUD menjadi salah satu kunci utama untuk menanamkan pendidikan karakter bagi anak-anak usia dini. Sebab, kunci kecerdasan dan pembangunan karakter anak-anak berada pada usia emas yakni 1-12 tahun.
"Kuncinya ada di situ. Dan ibu-ibu dan bapak semua berada di posisi penting menentukan kondisi negara. Inilah anak-anak kita dididik," ujarnya.
Kecerdasan tanpa budi pekerti dan nilai-nilai karakter yang baik tak akan berguna bagi tumbuh kembang anak. Karena itu, proses pembangunan mentalitas serta penguatan pendidikan karakter di usia dini menjadi hal yang utama.
Jokowi mencontohkan, perilaku para koruptor yang mayoritas mengenyam pendidikan hingga bangku perkuliahan. Namun, mental dan karakternya tak terpuji lantaran tak memiliki pendidikan karakter yang kuat.