REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Sidarto Danusubroto membantah bantuan dari pemerintah bukanlah bentuk pencitraan Presiden Jokowi, seperti penilaian Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Buktinya, kata dia, hanya bantuan dari Pemerintah Indonesia yang diterima dengan baik oleh Myanmar.
"Sekarang saya tanya, negara mana yang di-welcome by Myanmar? Indonesia kan? Hanya Indonesia yang boleh masuk karena kesejarahan yang panjang kan. Itu dari zaman Soekarno-Hatta sama U-nu kan. Bagaimana Indonesia-Birma akrabnya saat itu," kata Sidarto di gedung Wantimpres, Jakarta, Senin (18/9).
Sidarto mengatakan, bantuan Pemerintah Indonesia sangat ditunggu pengungi Rohingya. Bukan hanya sekedar aksi demonstrasi saja sebagai bentuk solidaritas terhadap kekerasan yang dialami etnis Rohingya.
"Kalau kita galak mereka ditutup bagaimana? Bantuan kita enggak bisa masuk gimana? Jangan dianggap pencitraan dong. Mereka menunggu bantuan kita, donasi kita, bukan demo," ujarnya.
Menurut dia, pengungsi Rohingya lebih membutuhkan aksi nyata daripada hanya sekedar demonstrasi. Pengiriman bantuan kemanusiaan oleh Pemerintah Indonesia itulah yang dibutuhkan para pengungsi.
"Mereka menunggu bantuan kita lihat 400 ribu di Bangladesh, tinggal di gubuk-gubuk kan. Mereka butuh makanan, minuman, obat-obatan dari kita. Kalau demo bisa bantu apa coba? Kalau urunan uang, saya hargai," kata Sidarto.
Sidarto menilai, Presiden Jokowi merupakan sosok pekerja keras dan sederhana. Sehingga, ia meminta agar seluruh tuduhan yang dicapkan kepada Jokowi untuk dihentikan sebab justru mempengaruhi stabilitas negara.
"Beri kesempatan beliau bekerja lima tahun, wong dipilih rakyat lima tahun gimana sih. Betul gak? Baru kerja sudah dicap ini dicap itu. Itu tidak baik untuk kepentingan bangsa lah," kata dia.